Saya sebagai guru bimbel yang khusus mengajar Matematika untuk SD merasa tergelitik dengan maraknya berita anak kelas 2 SD yang mendapat nilai 20 karena mengerjakan soal tidak sesuai dengan yang diajarkan guru sekolahnya.
Di sini saya akan memberi padangan dari 3 aspek, yaitu guru, siswa dan orang tua.
1. GURU
Banyak guru terbelenggu dengan apa yang tertulis di buku, sehingga jika siswa mengisi soal-soal latihan/ulangan tidak sesuai dengan yg di buku disalahkan. Kasus 4x6 atau 6x4 adalah salah satu contoh yang mencuat ke permukaan. Sebenarnya banyak kasus yang lebih dari itu. Seperti salah seorang anak dari teman saya mengerjakan soal Bahasa Indonesia: Jika mau pergi ke sekolah kita harus ........ kepada orang tua. Anak teman saya menjawab "berpamitan", tapi si guru mentah-mentah menyalahkan. Ia maunya diisi dengan "minta izin", karena jawaban si anak tidak sesuai dengan apa yang sudah diberikan gurunya. Lalu siapa yang bisa disalahkan di sini? Yang pasti guru tidak mau disalahkan. Yang pasti murid selalu salah.
Salah satu murid saya bilang, guru punya 2 pasal.:
Pasal 1: Guru tidak pernah salah.
Pasal 2: Jika guru salah kembali ke pasal 1.
Dari pengalaman anak-anak didik saya, saya melihat banyak guru sekolah yang tidak kreatif dalam mengajar. Tidak melihat cara berpikir anak yang jelas tidak sama dengan cara berpikir guru. Selayaknya dalam mengajar, guru mengikuti pola pikir anak. Tidak mentah-mentah menyalahkannya. Jika memang salah, beri alasan. Atau jika ingin membenarkan tapi tidak 100% benar, beri catatan.
Dari begitu banyak guru yang mengajar di sekolah anak saya, saya hanya setuju dengan 1 orang guru. Beliau dapat menguasai kelas dengan baik sehingga para siswa dapat belajar dengan baik. Waktu beliau menjadi wali kelas anak saya, Kelasnya mendapat nilai rata-rata tertinggi dibanding kelas lain. Beliau mengajar mengikuti pola pikir anak dan selalu rajin belajar dan terus belajar. Saya sangat salut dengan beliau. Beliau tidak pernah mentah-mentah menyalahi pekerjaan siswa. Jika jawaban meragukan, beliau tak segan bertanya dengan siswanya alasan dari jawabannya. Beliau juga tak segan-segan/malu bertanya pada siswanya jika mempunyai cara lain dalam mengerjakan soal-soal Matematika. Tidak malu jika mengakui dirinya salah, dan tidak pernah marah jika siswanya memmrotes jika memang beliau salah, beliau akan mengakuinya. Beliau selalu berkata pada para siswanya, beliau juga masih belajar.
Guru bukan semata-mata mengajar, tapi juga mendidik. Walau para siswa masih anak-anak, mereka butuh penghargaan. Jika seorang guru menghargai siswanya, maka siswa pun akan menghargai gurunya.
Kasus lain