Tapi kami gak nyerah gitu aja. Demi keselamatan kita bersama, kalau bukan pemuda siapa lagi? itu sih pondasi awal kami buat berani ambil resiko yang tinggi ini.
Jadi lambat laun, pemuda-pemudi yang tergabung di data relawan posko mencapai angka 80 orang. Tapi yang aktif cuman sekitar 10 orang.
Gila ga sih? Tugas sebanyak itu kadang di pasrahin sama 2-3 orang dalam sehari. Karena yang keliatan di posko ya cuman itu-itu aja. Apalagi beban moral!
Percakapannya kaya gini nih di awal klimaks dari kekusutan Posko Relawan Covid-19 di kampung kami itu soal kebimbangan pengecekan suhu. Gegara, pemuda-pemudinya udah banyak yang ngga aktif lagi.
Tapi wahana yang udah dikasih ke kami begitu besar dan tanggung jawabnya besar banget. Karena urusannya vertikal sama horizontal.
Dan sekitar hampir 3 bulan itu bapak-bapak kepala dusun dan kepala kesehatan mendadak minta para pemuda yang aktif dari OPD ngumpulin pemuda-pemuda lain. Dan dibuat sangat menegangkan dan beban yang cukup berat oleh mereka.
"Gimana ini? pemuda masih mau tetep jadi relawan ngga?," kata pak Kasun.
Tapi, suasana dibikin kesel dengan bahasa-bahasa yang banyak yang gak pas di hati dan telinga kami oleh pak Irzan (Kasun).
Karena seakan-akan kesalahan dilimpahkan ke kami, pemuda di Posko Relawan. Padahal, kami pun bersikeras untuk menciptakan solusi, solusi, dan solusi. Yaa, pikir saya sih. Mungkin Miss Komunikasi kan?
Jadi saya gatel untuk angkat bicara waktu itu.
"Maaf pak kalo logika saya salah. Mohon di benarkan. Saya baca, pengecekan suhu itu, ngga sama sekali mengatasi penyebaran Covid-19 di kampung kita ini," kata saya.