Mohon tunggu...
Yatmi Rejeki
Yatmi Rejeki Mohon Tunggu... Administrasi - Suka becanda,, biar awet muda.

Wanita biasa dari Jogja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FR] Iri Membuatnya Gila

16 Juli 2015   06:16 Diperbarui: 16 Juli 2015   06:16 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan ramadhan. Bulan yang sejatinya untuk membersihkan hati dari perasaan-perasaan tidak baik, bulan suci yang lebih utama untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta. Andai saja orang itu tak mengusik kehidupanku, tentu tidak akan ada rasa marah dan benci menyelimuti perasaanku.

Barangkali ini memang ujianku di bulan puasa kali ini. Waktu itu, hari kedua puasa,  tanpa ada masalah, tiba-tiba orang itu, menghina, memaki, dan merendahkan keluargaku.

"Sekeras apapun kamu bekerja, kamu tidak akan dapat melebihi kekayaan keluargaku. Aku benci kamu! Dasar orang miskin!" Itu hanya sebagian dari kata-katanya yang menyakitkan. Awalnya aku tak peduli, tetapi karena terjadi berulang-ulang, aku merasa terganggu juga. Sebagai orang yang pernah dekat dengan keluargaku dan masih tinggal satu komplek denganku, seharusnya dia tak melakukan itu.

"Sudahlah, tak perlu kamu pikirkan, anggap saja dia sedang stres dan mengalami gejala sakit jiwa," kata Ibu menasehatiku.

"Kalau memang orang gila, aku bisa memaafkan, Bu. Tetapi ini sudah keterlaluan. Mencacimaki tanpa kutahu masalahnya," jawabku.

"Mungkin ini cobaan bagi kita, agar kamu belajar bersabar, belajar memaafkan orang lain, belajar mengendalikan diri dari rasa marah dan benci." Ibu tak henti mencoba menenangkanku.

Puasa tinggal satu hari. seorang Pak Pos mengantar surat ke rumahku. Aku tersenyum sendiri. Sudah jaman telepon dan internet, kok masih menggunakan surat.

"Dari siapa, Pak?" tanyaku.

"Nama dan alamat pengirim tidak tertera, Mbak," jawab Pak Pos.

Karena penasaran, aku segera membuka surat itu.

"Aku benci kamu. Aku benci kesuksesanmu." Dua kalimat itu ditulis berulang-ulang pada selembar kertas di dalam surat itu. Pikiranku langsung tertuju pada orang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun