Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 36

27 Mei 2021   10:23 Diperbarui: 27 Mei 2021   10:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.jawaban.com/read/article/id/2018/09/05/470/180828131538/meski_jalan_berlikutuhan_besertaku

Utari hanya mengetahui jika Bagus dapat lahap makan, hanya dengan lauk pepes ayam. Bagus lebih menyukai masakan tradisional, daripada masakan luar. Itu sebabnya, setiap kunjungan kerja ke manapun, panitia selalu diwanti-wanti agar menyediakan masakan rumahan saja.

Hobi Bagus yang diketahui Utari, hanyalah merayu dirinya. Pria itu sangat pandai membuatnya mabuk kepayang dan terjatuh begitu dalam di pelukannya. Selain itu, Utari bahkan tidak mengetahui yang lain.

Utari tidak mengetahui jika Bagus ternyata juga pandai berolah vokal. Tapi menurut Rike, Bagus memang paling tidak suka berduet. Satu-satunya teman duet hanyalah Rike. Selain wanita itu, Bagus tidak mau bernyanyi dengan siapapun.

"Lagi ngelamunin apa, sih?" Bagus mengambil tempat duduk di samping Utari. Dia langsung menyandarkan kepala di atas pangkuan wanita itu. Sekilas kedua matanya menatap ke atas, ke wajah Utari yang masih terfokus menghadap televisi di depannya.

Aroma mint bercampur bau maskulin dari parfum Bagus, segera menggoda indera penciuman Utari. Dia menunduk, dan menemukan suaminya tengah menatap intens. Dia ingin menyingkirkan kepala pria itu, tapi Bagus sudah menahan pinggangnya hingga Utari tidak mampu bergerak.

"Mas, jangan manja begini, ah! Nanti kalo ada tamu gimana? Maluuu!" desah Utari sedikit frustasi.

"Malu? Masa manja-manjaan sama istri sendiri dilarang. Lagian mereka juga tahu, jika waktu untuk kita mesra-mesraan itu dikiiit banget!"

"Mas, geliii!" seru Utari begitu Bagus membenamkan wajah di depan perutnya.

"Habis Mas kangen banget nyium bau tubuh kamu." Bagus semakin mengeratkan pelukannya. Setelah itu Utari hanya pasrah dengan kelakuan suaminya, yang terkadang memang seperti anak kecil.

"Gimana acara Mas tadi siang?" Utari mengusap-usap rambut hitam sang suami dengan lembut.

"Semua berjalan seperti keinginanku. Panen raya kali ini benar-benar sangat sukses. Mas hanya berharap, pendapatan para petani akan terus meningkat setiap tahunnya."

"Terus kali ini, Mas foto dengan siapa?" tanya Utari menyelidik. Dia masih ingat ketika harus menemani Bagus dan berfoto dengan pria itu di tengah sawah.

"Menurutmu?" Bagus justru semakin membuat Utari sebal.

"Dengan Mbak Puspa? Atau dengan salah satu kembang desa di sana?"

Bagus terdengar tertawa renyah. Rasanya menyenangkan melihat sang istri sedikit dibakar cemburu. "Salahmu sendiri, kenapa tidak ikut denganku."

"Mas Bagus sengaja bukan? Tidak masalah jika Mas difoto dengan wanita manapun, karena Mas itu sudah menjadi milikku. Awas aja kalo Mas berani macam-macam!"

"Ngancem nih, ceritanya."

"Lagian aku juga ada undangan buat peresmian gedung baru RSUD, kan? Kalo Mas nggak dateng, terus aku juga nggak ke sana, terus gimana?"

"Ibu jadi ikut kamu?"

"Jadi, dong! Tadi siang kita juga mampir di warung cendol legendaris itu. Tebak aku ketemu siapa di sana?"

"Siapa?"

"Aku ketemu sama Mbak Rike, dan Tante Wulan." Meski hanya sekejap, tetapi Utari dapat merasakan ketegangan pada tubuh Bagus. Bahkan pria itu sampai bangun dari posisi berbaring nyamannya.

"Rike? Dia sedang berada di kota ini?" tanya Bagus yang langsung diiyakan oleh Utari.

"Iya, Mas Baruna juga."

"Sudah lama sekali aku tidak ketemu dia. Gimana kabarnya sekarang?"

Utari meraih bantal kursi tidak jauh darinya. Dia kemudian meletakkannya di atas kedua paha. "Mbak Rike apa Tante Wulan? Kalo Mas Baruna katanya lagi pergi ke Semarang. Ada urusan pekerjaan katanya!"

"Meski kami masih saudara, tapi Rike seperti menjaga jarak dariku."

"Apa kalian pernah bermasalah?" tanya Utari dengan nada penuh penasaran. Tentu saja berbagai pertanyaan sudah berkecamuk di dalam hatinya, akan tetapi dia masih menyimpannya dengan rapi.

Bagus sekali lagi hanya tersenyum menawan seperti biasa. Hal ini membuat Utari sedikit kecewa. Jika Bagus tidak mau bercerita kepadanya, bukankah itu hanya berarti satu hal? Hati Utari tidak ingin berprasangka buruk, bahkan dia masih berdoa jika Bagus akan terbuka mengenai masa lalu itu.

Nyatanya....

"Bukan masalah yang berat. Dulu kami hanya mengalami sedikit salah paham."

"Hanya itu?"

"Hanya itu. Setelahnya kami juga tinggal di kota yang berbeda, sehingga kami jarang bertemu. Hingga tidak terasa, sudah lima tahun berlalu dan kami terlanjur saling menjauh."

"Sepertinya Mbak Rike, orang yang baik." Utari mencoba menekan rasa kecewa yang kini bercokol di dalam dadanya.

"Tentu saja, bukankah dia masih saudaraku?"

"Aku dengar dia seorang Waranggana, sebelum Mbak Windri merebut posisinya."

"Siapa yang memberitahumu?" tanya Bagus terkejut, akan tetapi dengan cepat disembunyikan di balik ketenangannya yang sudah terlatih.

Namun Utari terlanjur melihat riak kegelisahan itu. Sekarang dia mulai ragu, jika dirinya sudah mengenal Bagus Pandhita sepenuhnya. Yang jelas dadanya mulai merasakan nyeri, begitu sosok Windri kembali menjadi penyebab pertengkaran mereka.

"Kenapa Mas Bagus ingin menyembunyikannya dariku?" elak Utari dengan mata mulai berkaca-kaca.

Bagus mencoba meraih tangan Utari, tapi ditepiskan dengan cepat oleh wanita itu. Kali ini Utari bertekad tidak akan jatuh ke dalam bujuk rayu Bagus, sebelum semua menjadi jelas baginya.

"Mas tidak menyembunyikan apapun darimu!" Bagus Pandhita terlihat masih mencoba mengelak.

"Sampai kapan Mas akan terus berdusta seperti ini? Katanya kita akan membangun masa depan bersama, tanpa ada rahasia ataupun dusta. Kita akan mencoba menerima semua kekurangan dan kelebihan kita! Tapi kenapa Mas tega banget seperti ini?"

"Ini tidak seperti yang kamu pikirkan!" Bagus menghela napas panjang. Utari akan semakin menjauh, jika dia terus menghindar untuk tidak menjawab.

"Memangnya apa yang Mas tahu, mengenai apa yang sekarang aku pikirkan?" balas Utari ketus.

Bagus menatap wajah Utari yang sudah ditekuk. Istrinya terlihat begitu cantik dan memikat. Seberapa jauhpun dia pergi, wanita ini sudah memenuhi segala ruang kosong di seluruh tubuhnya.

"Kamu ingin Mas cerita dari mana?" Bagus akhirnya memilih mengalah. Memiliki istri yang masih muda, tidaklah mudah. Jika dia yang tidak banyak mengalah, maka mahligai yang baru mereka bangun pasti akan hancur seketika.

Utari menoleh dengan tidak percaya. Tentu saja dia tidak mengira, jika Bagus akan berbagi kisah masa lalu itu dengannya. Dia berdehem untuk menetralisir kegembiraan, yang membuat jantung Utari berdetak tidak menentu.

"Agni itu anak Mbak Windri dengan Mas Baruna, bukan?" tanya Utari yang tak bisa lagi mengerem mulutnya.

"Kemarilah, dan aku akan menceritakan kisah kami semua kepadamu."

Tanpa menunggu lagi, Utari langsung menghambur ke dalam pelukan hangat sang suami. Bagus hanya tertawa kecil, melihat mood istrinya yang mudah sekali berganti. Tadi saja seperti bendungan yang sudah mau jebol. Tapi sekarang, dia seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah paling indah.

Tapi Bagus lebih menyukai Utari yang ceria.

Bukan Utari yang suka merajuk, dan berwajah masam. Dan dia akan melakukan segalanya, asalkan senyum itu tidak pernah menghilang. Dia berjanji tidak akan menyembunyikan apapun lagi.

Utari sekarang segalanya bagi dirinya. Dia menyadari, dirinya merasa sangat puas ketika berhasil mempermainkan emosi labil sang istri. Namun jika dia terus melakukannya, maka mungkin suatu saat Utari akan menjauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun