"Mau tanya tentang apa?"
"Ini tentang Mbak Windri. Apakah---apakah dia memiliki hubungan istimewa dengan Bapak?"
Naira menatap sejenak gadis ayu di sampingnya. Hatinya mulai dipenuhi harapan, jika pernikahan Bagus dan Utari nanti dapat terhias dengan bunga cinta yang bermekaran. Meski tidak menyadari, tapi bagi Naira, sikap Utari sudah menunjukkan jika gadis itu mulai ada perhatian kepada anaknya.
"Loh, Riri? Kok, kamu masih di sini? Ayo, bantuin saya dong!"
"Iya, Bu. Ini tadi saya bertanya sedikit kepada Ibu, tentang bikin nagasari biar pulen dan lembut."
"Sudah, nanti saya kirim resepnya lewat WA saja, ya. Boleh kan, saya minta nomor telepon Mbak Riri?"
"Iya, Bu. Boleh."
Utari menjauh sebelum radar kecurigaan Puspa Ayu semakin menjadi. Utari membawa nampan besar berisi beberapa piring kacang rebus. Sementara Naira kembali menyibukkan diri dengan memasak hidangan untuk makan siang.
Beberapa pria menyambut kedatangan Utari dengan ceria. Bahkan banyak di antara mereka berebut membawakan nampan yang dibawa oleh gadis itu. Mereka mulai menggoda gadis itu, namun Utari berusaha tidak mempedulikan.
Karena fokusnya kini tertuju kepada sepasang pria dan wanita, yang duduk saling berhadapan agak jauh dari kelompok itu. Latihan karawitan sudah selesai beberapa saat lalu, tapi Bagus dan Windri justru terlihat sedang asyik berdua.
Bersambung...