Pak Budi menghela napas panjang, lalu menunduk kembali ke sapunya. "Kalau Mbak Agni dengar suara lagi, abaikan saja. Jangan pikir aneh-aneh."
---
Namun, malam itu, suara langkah kaki terdengar lebih jelas. Agni memegang gagang pintu kamarnya, menahan napas. Langkah itu kini diiringi suara seperti benda diseret. Pikirannya mulai dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.
"Kalau ini cuma tikus, kenapa terdengar begitu nyata?"
Ia keluar kamar dengan senter di tangan. Langkahnya perlahan menyusuri lorong yang gelap. Semakin dekat ke kamar sudut, suara itu semakin jelas.
Agni berdiri di depan pintu kamar sudut, mengarahkan cahaya senter ke lubang kunci. Tidak ada apa-apa di dalam, hanya kegelapan.
"Dari mana suara ini datang?" gumamnya.
Tiba-tiba, pintu kamar itu berderit sedikit, seolah ada yang mendorongnya dari dalam. Agni melangkah mundur, tangan gemetar. Tapi rasa penasaran menang. Ia menyentuh gagang pintu dan mendorongnya perlahan.
---
Ruangan itu kosong. Hanya ada kasur usang yang sudah lapuk, meja kecil, dan jendela yang tertutup tirai tebal. Bau apek menyengat hidungnya. Agni melangkah masuk, menyorotkan senter ke setiap sudut ruangan.
Tidak ada apa-apa, tapi ruangan ini terasa terlalu dingin, bahkan lebih dingin dari malam hujan di luar. Ia mendekati meja kecil di sudut ruangan. Ada sesuatu di atasnya---sebuah buku tua dengan sampul yang sudah robek.