"Rasa takut itu bukan musuh, melainkan peringatan. Tapi jika kau terlalu dekat dengannya, ia bisa menjadi jebakan."
Hujan deras mengguyur malam Januari, membuat suara air yang menghantam genting menjadi melodi ganjil di telinga Agni. Baru sebulan tinggal di kamar kost ini, tapi ia sudah sering gelisah. Semua bermula dari suara-suara yang terdengar dari kamar sudut, kamar yang selalu terkunci.
Agni duduk di tepi tempat tidur, mendekap jaket tebal. Lampu kamar sengaja ia matikan agar cahaya lampu lorong sedikit menerobos ke dalam, menambah rasa aman. Tapi suara itu kembali terdengar. Langkah kaki, pelan namun jelas.
"Tidak ada yang tinggal di sana," ia mencoba menenangkan diri. Pak Budi, penjaga kost, sudah menjelaskan hal itu. Tapi bagaimana bisa kamar kosong itu mengeluarkan suara?
---
Pagi harinya, Agni menunggu Pak Budi di depan kost. Hujan semalam menyisakan genangan di jalanan kecil. Pak Budi, dengan topi kumalnya, tengah menyapu halaman.
"Pak," sapa Agni. "Saya mau tanya soal kamar sudut."
Pak Budi berhenti menyapu. Ia mendongak, tatapannya berat. "Kenapa, Mbak Agni? Ada masalah?"
"Saya sering dengar suara dari sana, Pak. Tapi katanya kosong."
Pak Budi mengusap dagunya. "Sudah saya bilang, kamar itu nggak dipakai. Mungkin cuma tikus."
Agni mengerutkan dahi. "Tikus? Masa tikus bisa jalan seperti manusia?"