BPS juga mencatat penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) 0,21 persen pada MaÂret 2019 dibanding dengan Februari 2019. PenuÂrunan itu berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 33 provinsi di Indonesia. NTP merupakan indikator daya beli karena dapat melihat tingkat kemampuan petani menukar produk pertaniannya menjadi barang dan jasa yang dikonsumsi maupun digunakan kembali dalam biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.
Tatkala menggarap sawah menjadi begitu melelahkan dengan hasil yang tak mencukupi, tak mengherankan banyak petani memilih berpasrah dan menyerahkan lahan pada pengembang. Â Pun, hal ini membuat sektor pertanian menjadi tidak begitu menarik bagi angkatan kerja.Â
Dalam beberapa permasalahan umum yang dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa pertanian pangan di Indonesia telah pada level yang begitu mengkhawatirkan. Gambaran masalah tersebut telah menjauhkan cita-cita Indonesia tidak hanya mencapai swasembada pangan, tetapi menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Maka dari itu, regenerasi penerus pelaku pertanian harus disiapkan secara masif dan integral. Menilai kembali bagaimana SDM muda pertanian dan peran yang dapat dimainkan adalah upaya vital yang sangat secara potensial dan aktual dalam memberikan jawaban terhadap persoalan-persolan pertanian, produksi, maupun daya saing serta kedaulatan pangan.
Regenerasi akan diharapkan memberikan "energi' baru, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik terkait dengan kebutuhan umur produktif yang secara jasmaniah mampu menopang kerja-kerja fisik dalam usaha tani. Bersifat non fisik terkait dengan kemampuan belajar untuk selanjutnya melakukan adopsi inovasi dalam menjalankan usaha tani. Kemampuan belajar terus menerus dan penguasaan terhadap teknologi khususnya dalam pemanfaatan teknologi informasi akan berdampak positif bagai peningkatan daya saing petani. Generasi muda yang tidak subsisten seperti generasi tua tetapi yang siap memiliki mental baja, tekat yang kuat, dan mewarisi jiwa kewirausahaan. Sehingga istilah yang cocok buat mereka adalah seorang agropreneur.
Berbagai dukungan dan kebijakan yang diberikan kepada agropreneur muda agar tertarik menggeluti pertanian akan efektif jika sektor pertanian dapat menghasilkan cukup pendapatan guna membiayai hidup keluarga, tersedia sumber daya dasar seperti tanah, modal, pelatihan, alat bertani, dan pasar, serta hasil karya mereka dihargai oleh masyarakat dan pemerintah. Â Operasional dari kebijakan tersebut dapat direfleksikan dalam bentuk :
(a) menyediakan akses bagi pemuda tani atas kepemilikan atau hak pemanfaatan lahan;Â
(b) menyediakan program pertanian secara terintegrasi dengan layanan pendukung lainnya,termasuk pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, pelatihan kepemimpinan, kredit, teknologi, input pertanian, teknologi dan perlengkapan tepat guna, subsidi, asuransi, dan pasar;Â
(c) memberikan peluang bagi pemuda tani untuk saling belajar, berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan perumusan kebijakan;Â
(d) meningkatkan infrastruktur di daerah perdesaan, dan memberikan jaminan dan perlindungan sosial bagi petani muda;Â