Mohon tunggu...
Yasmi Adriansyah
Yasmi Adriansyah Mohon Tunggu... -

Panggil saja: Adrian.\r\n\r\nhttp://yasmiadriansyah.com/editor/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Tetap Akan Pulang

16 April 2012   00:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ananta langsung berbalik badan. Tanpa banyak bicara, ia keluar dari rumah Alexa. Hujan lebat disertai kilat menyambar tidak terlalu dipedulikannya. Dalam hitungan detik, ia meninggalkan pekarangan rumah Alexa. Alexa hanya diam, menatap wajah kekasihnya dengan air mata tertahan. Gadis itu tidak tahu apakah masih bisa melihat wajah yang selama ini telah sangat baik dalam bersikap. Alexa hanya mematung di pintu rumahnya.

***

“Alexa, cepat ke Canberra National Hospital! Ananta baru masuk emergency room. Tadi sore di Northbourne Avenue mobilnya ditabrak sebuah truk besar. Aku tadi ditelepon pihak rumah sakit dan aku sekarang sedang on the way ke sana!” Suara Iwa di ujung telepon seakan menyambar ulu hati Alexa yang sedang berbaring di kamar. “Oh no!” ujar Alexa spontan. “I’ll be there in minutes.”

Setiba di rumah sakit, Iwa dan Alexa mendapatkan penjelasan bahwa mobil Ananta melaju dengan kencang. Ketika akan belok ke kanan dari Northbourne Avenue, sebuah jalan protokol Kota Canberra, ke Jalan Barry Drive menuju Unilodge, ia ditabrak sebuah truk besar. Belum jelas siapa yang salah. Tapi tampaknya faktor hujan deras dan Ananta yang menerobos lampu merah yang menjadi penyebab utamanya.

Namun hal-hal tadi tidak terlalu dihiraukan Iwa dan Alexa. Mereka tak sabar ingin mengetahui nasib Ananta. Dan baru jam 21.00, atau empat jam setelah tindakan medis di emergency room, dokter keluar dari ruangan. Dokter menjelaskan bahwa luka yang diderita cukup parah karena mobil Ananta terbalik tiga kali. Kaki kirinya patah tapi sudah dioperasi. Namun yang mengkhawatirkan, sampai saat ini ia masih koma. Masalahnya dokter tidak bisa menjamin komanya akan berlangsung sampai kapan.

Iwa tertegun mendengar penjelasan dokter. Alexa menangis sesegukan. Mereka tidak menyangka kondisi sahabat dan kekasih tersebut sedemikian parahnya. Alexa bahkan merasa sangat bersalah. Ia merasa kecelakaan mobil Ananta dipicu oleh kemarahan di rumahnya sore tadi.

Kondisi Ananta memang mengkhawatirkan. Satu hari setelah kecelakaan, ia masih koma. Ketika orangtua dan adiknya Hanna datang ke Canberra dua hari setelah kejadian, ia masih koma. Bahkan setelah satu minggu pun, ia masih koma. Dokter yang menangani menyatakan bahwa kondisi tubuh Ananta sempat menunjukkan sinyal membaik. Namun ia tidak bisa memastikan kapan Ananta akan terbangun dari koma. Tubuh atletis tersebut terlihat semakin menyusut.

Baru pada hari kesembilan, ada tanda pergerakan dari tubuh Ananta. Jari tangannya mulai bergerak pelan. Sontak tidak lama kemudian orangtua Ananta, Hanna, Iwa dan Alexa langsung mendatangi rumah sakit. Dokter membolehkan orang-orang terdekat tersebut untuk masuk. Namun dokter tidak memberikan jaminan bahwa Ananta sudah akan pulih. Ia merasa tanda-tanda tersebut lebih seperti mukjizat.

Benar saja, seperti ada kontak batin antara mereka, tidak lama kemudian kelopak mata Ananta mulai bergerak. Ibunya langsung menangis haru dan mendekat ke wajah putra tersayangnya. “Bangun, Nak. Ibu rindu kamu.” Ayah Ananta mengecup kening putranya. Hanna dari tadi mengelus lengan kanan kakak satu-satunya yang ia miliki.

Sorot mata Ananta yang sayu menatap mereka satu persatu. Ia berusaha tersenyum. Ia juga menatap Iwa. Dan ketika matanya beradu dengan Alexa, sorot sedih langsung memendar, lemah. Agaknya memori terakhir tatkala bertemua Alexa di sore itu masih melekat erat. Padahal ia sudah koma selama sembilan hari.

“Alexa,” Ananta memanggil, pelan sekali. Alexa bergerak mendekat ke wajah Ananta. Matanya masih sembab. Ananta terlihat berusaha keras ingin menyampaikan sesuatu kepada Alexa. Entah mengapa, tiba-tiba Monitor Electrocardiogram (ECG) memberikan sinyal bahaya. Lampu darurat di ruangan langsung menyala. Belum sempat dokter dan perawat tiba di ruangan, Ananta menyampaikan sesuatu kepada kekasih hatinya, Alexa. Dengan nada terputus-putus, Ananta berucap pelan. Lemah sekali.

“A..lex..xa. A..a..ku… a..kan puu…lang.” ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun