Pandangan klasik tersebut sangat berbeda dengan pandangan hukum modern yang antara lain dikemukakan Gustav Radbruch, mengenai Spannungsverhaltnis, yang melihat hukum tidak hanya sekedar kepastian hukum semata atau melihat hukum sebagai lembaga otonom yang tidak peduli dengan antara lain nilai-nilai kemanusiaan, kemanfaatan dan keadilan, tetapi juga melihat hukum dalam perspektif keadilan dan kemanfaatan.
Karena itu dalam pandangan hukum modern, sangat wajar jika hakim dalam menemukan hukum harus selalu memikirkan jauh ke depan konsepsi tentang nilai-nilai moralitas umum yang terdiri dari nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kepatutan dan kewajaran, kejujuran, keahlian dan keilmuan, penghormatan integritas dan profesi, serta pelayanan dan kepentingan publik. (Mahkamah Konstitusi dan Unhas, 2018).
Melanjutkan berbicara tentang asas hukum, ada pula asas in dubio pro reo, yaitu asas hukum yang mempunyai makna bahwa dalam hal terjadi keragu-raguan menetapkan hukuman maka didasarkan pada sanksi yang menguntungkan terdakwa/masyarakat. Apabila pada saat ini terdapat Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, maka penyidikan tersebut didasarkan pada UU KUP yang sedang berlaku.
Namun demikian apabila pada saat penuntutan telah berlaku UU KUP baru, maka penuntutannya didasarkan pada UU KUP yang memberikan ancaman sanksi pidana yang lebih menguntungkan terdakwa (lebih ringan). Apabila UU KUP lama memberikan ancaman sanksi pidana yang lebih ringan, maka ancaman sanksi pidananya didasarkan pada UU KUP lama. Sebaliknya apabila UU KUP yang baru memberikan ancaman yang lebih ringan, maka ancaman sanksi pidananya didasarkan pada UU KUP baru.
Sebagaimana dikemukakan diatas walaupun asas hukum biasanya tidak dituangkan dalam bunyi peraturan atau pasal yang mengatur, bukan berarti hal itu menutup kemungkinan adanya suatu asas hukum yang dibunyikan dalam suatu peraturan. Hal ini dapat dicontohkan, asas hukum pidana nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali/tiada perbuatan dapat dipidana kecuali hal itu telah diatur dalam undang-undang diatur dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, asas hukum presumption of innocence/praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman, dan masih ada beberapa asas hukum lainnya yang menjadi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
PENAFSIRAN HUKUM
Â
Untuk memberikan penafsiran hukum yang benar atas suatu hukum, perlu kiranya kita memahami ilmu tafsir hukum yang di antaranya sebagai berikut:
1. Penafisran Otentik
Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu peraturan yang dilakukan dengan cara mengetahui dan memahami maksud dari pembuat peraturan perundang-undangan atau hukum (original intent). Untuk menekan seminimal mungkin terjadinya berbagai penafsiran, pembuat peraturan biasanya memberikan definisi atas suatu pengertian yang diatur atau memberikan penjelasan atas bunyi peraturan di bagian penjelasan peraturan.
Penafsiran otentik ini antara lain dapat dilakukan dengan cara melihat draft peraturan, risalah rapat para pembuat peraturan, memori penjelasan umum dan pasal tiap pasal, jawaban pemerintah kepada DPR, notulen pembahasan peraturan, pihak yang ikut membahas dan merumuskan peraturan, Â dan hal lain yang berkaitan dengan penyusunan peraturan.