Mohon tunggu...
Yulia Yasman
Yulia Yasman Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Magister Manajemen FIK UI Angkatan 2011

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penerapan Integrated Care Pathways (ICP) Bagian dari Sistem Informasi Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit

26 November 2012   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:39 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENERAPAN INTEGRATED CARE PATHWAYS (ICP) SEBAGAI

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT

Oleh: Ns. Yulia Yasman, S.Kep

Mahasiswa Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

ABSTRAK

Integrated Care Pathway (ICP) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu. Akan tetapi, pengembangan dan penerapan ICP bukan hal yang mudah dilakukan bahkan meski hanya untuk satu jenis pelayanan saja. Karena ICP merupakan dokumentasi multidisiplin. Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien secara lengkap dan mengurangi pengumpulan data secara berulang – ulang yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan. Namun demikian evaluasi proses pengembangan dan penerapan ICP tersebut belum dilakukan. Artikel ini akan menjabarkan secara garis besar apa yang menjadi konsep dari ICP dan instrumen yang telah digunakan di beberapa negara untuk melakukan evaluasi ICP. Sehingga diharapkan akan ada standar baku yang dapat dipakai oleh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia dalam mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi ICP (audit ICP) yang ada sehingga pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan keperawatan.

Kata kunci : Integrated Care Pathway (ICP), dokumentasi multidisiplin, audit ICP.

LATAR BELAKANG

Filosofi dari manajemen mutu menyebutkan bahwa cara paling efektif dalam meningkatkan mutu adalah dengan mengurangi variasi (Cheah, 2000), namun variasi dalam tindakan medis untuk kondisi klinis yang sama dipengaruhi oleh banyak hal, adanya perubahan kondisi klinis, kompleksitas masalah klinis, perbedaan sumber daya institusi, dan kemampuan pasien merupakan penyebab munculnya variasi medis. Integrated Care Pathway (ICP) atau Clinical Pathway dikenal sebagai salah satu upaya atau instrument yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu. Namun demikian pengembangan dan penerapan clinical pathway bukan hal yang mudah dilakukan bahkan meski hanya untuk 1 jenis pelayanan saja (Ransom et al, 1998).

Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien dan juga rencana pengobatan maupun perawatan berdasarkan apa yang terjadi pada saat itu dan apa rencana yang diinginkan di kemudian hari. Perawatan pasien akan lebih baik dikarenakan akan mengurangi pengumpulan data secara berulang – ulang yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan (Yoder-Wise, 2011). Peranan Sistem Informasi Manajemen didalam keperawatan adalah untuk mendukung segala aspek dari praktik keperawatan itu sendiri. Termasuk didalamnya pemberian asuhan keperawatan, pendidikan, penelitian, dan manajemen (McHaney, 2008).

Di Indonesia penerapan ICP terkait penerapan INA-DRG yang merupakan versi Departemen Kesehatan RI untuk Diagnostic Related Group (DRG’s Casemix) yaitu sistem pembiayaan berdasarkan pendekatan sistem casemix, dimana diharapkan akan muncul efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Adisasmito, 2008). Maka, pada tahun 2010 telah dilakukan pertemuan konsolidasi kelompok kerja clinical pathway dalam pelaksanaan INA-DRG pada 15 rumah sakit vertikal Depkes sebagai Pilot Project di Indonesia (Depkes, 2010).

Berdasarkan hasil sejumlah studi terkait manfaat ICP, antara lain seperti konsistensi praktek lebih besar, kontinuitas peningkatan pelayanan, pemantauan standar perawatan, dokumentasi yang baik, pelaksanan evidence-based best practice, meningkatkan kerjasama tim, mengurangi duplikasi, perbaikan manajemen resiko, dan pemberian perawatan berfokus pada pasien. Selain itu, ICP dapat mendukung infrastruktur kesehatan dengan menyediakan informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu yang diperlukan untuk memenuhi pemantauan strategis pelayanan pasien dan outcome.

ICP menjadi perkembangan yang popular saat ini termasuk di Indonesia. Agar ICP yang digunakan efektif maka perlu pengawasan yang ketat dalam perkembangannya. Karenanya ada potensi variabilitas dalam isi dan kualitas ICP yang sedang dikembangkan. Variabilitas tersebut dapat mempengaruhi dampak dan manfaat dari ICP itu sendiri terhadap kualitas pelayanan. Artikel ini akan menjabarkan secara garis besar apa yang menjadi konsep dari clinical pathway dan instrument yang telah digunakan di beberapa negara untuk melakukan evaluasi atau audit ICP.

KAJIAN LITERATUR

Pengertian dan Konsep Integrated Care Pathway (ICP)

Integrated Care Pathway atau dikenal juga dengan nama lainseperti clinical pathway, critical care pathway, coordinated care pathway, atau caremaps. ICP pertama dikembangkan pada tahun 1985-1986 oleh New England Medical Centre, Boston, kemudian diadopsi oleh rumah sakit - rumah sakit di Arizona, Florida, dan Rhode Island di USA pada tahun 1986-1988. Australia dan UK mulai mengaplikasikan ICP ini pada tahun 1989 dan pada pertengahan tahun 1990 mulai berkembang ke Negara-negara di Afrika dan Asia seperti South Afrika, Saudi Arabia, Jepang, Korea, dan Singapura (Davis, 2005).

Wilson (1995) mendefinisikan “care pathway” sebagai proses multidisiplin yang berfokus pada perawatan pasien, yang terjadi tepat waktu untuk menghasilkan hasil terbaik yang telah ditentukan, dalam sumber daya dan kegiatan yang tersedia, untuk sebuah episode perawatan yang tepat. Jhonson (1997) memperkenalkan ide menggunakan ICP sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan mendefinisikan ICP sebagai semua elemen perawatan dan pengobatan yang diantisipasi dari semua anggota tim multidisiplin, bagi pasien dengan kasus tertentu dalam jangka waktu yang disepakati untuk pencapaian outcome yang telah disepakati. Sedangkan menurut Middleton (2000), ICP harus mencakup serangkaian intervensi yang diharapkan, ditempatkan dalam kerangka waktu yang tepat, ditulis dan disepakati oleh tim multidisiplin, untuk membantu pasien dengan kondisi tertentu melalui diagnosis pengalaman klinis untuk hasil yang positif. Dapat disimpulkan bahwa ICP adalah sebuah rencana yang menyediakan secara detail tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis (diagnosis dan prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan.

ICP merupakan format dokumentasi multidisiplin. Format ini dikembangkan untuk pengembangan multidisiplin (dokter, perawat, rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lain) yang diciptakan tidak terlalu rumit dan panjang. Pada format pengkajian multidisiplin menunjukkan format pengkajian awal yang memungkinkan diisi oleh berbagai disiplin ilmu. Pengisian ini terdiri dari data riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pengkajian skrining lainnya yang diisi oleh multidisiplin sesuai kesepakatan (Croucher, 2005).

Sasaran dari ICP adalah benar orang (the right people), benar instruksi (the righat order), benar tempat (in the right place), melakukan hal yang benar (doing the right thing), pada waktu yang tepat (in the right time), dengan hasil yang benar (with the right outcomes), dan semua berfokus pada pengalaman pasien (all with attention to the patient experience) (Davis, 2005).

ICP bekerja sebagai alat untuk memandu tenaga kesehatan dan social care professional melalui garis perawatan yang direncanakan baik untuk sekelompok pasien, atau proses tertentu, melalui system yang kompleks. Secara detail dalam ICP tenaga kesehatan professional harus bekerja sesuai dengan outcome yang diinginkan. Dan setiap variasi dalam praktek harus didokumentasikan. Variasi adalah setiap penyimpangan dari rencana yang telah disusun. Analisis dari variasi dalam ICP memungkinkan penilaian terus menerus terhadap proses dan hasil pedoman atau standar, sehingga memberikan evaluasi terhadap praktek yang dilakukan (Croucher, 2005).

Tujuan utama implementasi ICP menurut Depkes RI (2010) adalah untuk:

1.Memilih “best practice” pada saat pola praktek diketahui berbeda secara bermakna.

2.Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta prosedur klinik lainnya.

3.Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam suatu proses serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan agar dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahapan yang lebih sedikit.

4.Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan serta peran mereka dalam proses tersebut.

5.Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data proses pelayanan sehingga provider dapat mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar.

6.Mengurangi beban dokumentasi klinik.

7.Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien, misalnya dengan menyediakan informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan.

Contoh Format ICP yang Digunakan di Australia

Clinical Pathway of Herniarrhapy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun