Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi dan saya ingin memberikan opini, pendapat atau bisa juga pengalaman hidup saya kepada anda.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Inilah Alasan Kenapa Banyak Anak Tidak Betah Tinggal Bersama Orang Tua

9 Oktober 2024   11:37 Diperbarui: 23 Oktober 2024   09:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak anak zaman sekarang merasa tidak nyaman untuk tinggal lama di rumah bersama orang tua mereka. Fenomena ini sering disebabkan oleh pola komunikasi yang salah dan nasihat berlebihan dari orang tua. Meski niat orang tua mungkin baik, perhatian yang berlebihan kerap kali membuat anak merasa tidak dihargai, terkekang, dan kehilangan harga diri. Alhasil, banyak anak memilih untuk bekerja jauh dari rumah atau mencari kebebasan di luar pengawasan orang tua.

Nasihat yang Berlebihan: Antara Perhatian dan Penjara

Salah satu alasan utama mengapa anak tidak betah di rumah adalah karena overdosis nasihat dari orang tua. Dalam upaya untuk melindungi, orang tua sering kali memberikan terlalu banyak nasihat dalam segala hal. Orang tua melihatnya sebagai bentuk perhatian, tetapi anak merasa seperti dikritik dan tidak dipercaya untuk mengambil keputusan sendiri.

Situasi ini menciptakan rasa terkekang, seolah-olah anak tidak memiliki kebebasan untuk belajar dari kesalahan atau membentuk jati diri mereka sendiri. Ketika kritik dan arahan datang terus-menerus, anak-anak cenderung menghindari rumah dan lebih memilih mencari pekerjaan atau aktivitas di luar yang memungkinkan mereka mendapatkan ruang pribadi dan otonomi.

Kritik yang Berlebihan Membunuh Harga Diri Anak

Data menunjukkan bahwa banyak anak di Indonesia kehilangan harga diri di depan orang tua mereka karena kritik yang berlebihan. Orang tua tanpa sadar sering kali menghakimi pilihan anak dalam hal karier, pendidikan, atau bahkan hobi. Misalnya, anak yang ingin menekuni alat musik mungkin dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keluarga atau agama.

Kritik semacam ini meruntuhkan rasa percaya diri anak dan membuat mereka merasa tidak mampu. Akibatnya, anak-anak menjadi enggan untuk berkomunikasi dengan orang tua, merasa bahwa pendapat atau keputusan mereka tidak pernah dianggap benar. Ketika ini terjadi secara berulang, hubungan orang tua dan anak menjadi renggang.

Doktrin "Patuh Tanpa Bantah": Beban yang Membingungkan Anak

Di Indonesia, sejak kecil, anak-anak diajarkan untuk selalu patuh dan tunduk terhadap perintah orang tua. Doktrin bahwa anak harus berbakti tanpa boleh menyakiti hati orang tua atau membantah keputusan mereka sering kali ditanamkan kuat. Meskipun niat dari ajaran ini adalah baik, dalam praktiknya hal ini menimbulkan masalah serius.

Doktrin ini memberikan kesan bahwa orang tua selalu benar dalam segala hal, termasuk dalam menentukan karier anak. Anak dipaksa untuk mematuhi keinginan orang tua meskipun itu bertentangan dengan minat atau bakat mereka. Akibatnya, banyak anak merasa tertekan karena tidak dapat mengembangkan potensinya secara mandiri. Ketidakpastian ini membuat mereka bingung, dan komunikasi dengan orang tua justru semakin memburuk karena anak takut untuk berbicara jujur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun