Jejak Luka
      (1)
Hatiku luka
Jiwaku luka
Badanku luka
Semua yang memandangku luka
Duniaku luka
Luka, luka, dan luka
Ya..., tak mengapa
Yang penting aku masih bisa bernafas
       (2)
Berjalan menyusuri lorong kehidupan
Bersama luka yang kumiliki
Banyak mata memandang
Dengan wajah aneka ekspresi
Kutahu lukaku menganga
Bernanah
Menebarkan aroma merepotkan
Aku ingin menjauh
Dengan harapan orang merasa tenang
Apa daya lukaku meninggalkan jejak
           ***
Nada Hati Teriris
Menjawabmu dalam kebisuan jiwa
Aku masih di kotamu
Kebersamaan itu sulit dilupakan
Hari-hari hidup penuh pergumulan
Dalamnya aku mengenal yang tak kukenal
Gelak tawa yang palsu, air mata mengering
Aku tahu kau tertawa ria dalam pelukannya
Sekedar merayakan kemenangan dalam perang
Melawan  indah dan tulusnya cintaku
Dan kau masih mengirim pesan singkat
Buatku hidup dalam kehampaan
Pintaku:
Semoga bahagiamu abadi
Ketahuilah akan tiba saatnya kau sadar
Cintamu telah melukai hatiku
Dan harta tidak akan membawamu
Pada sempurnanya bahagia
Kau kan tetap merasa kurang, kurang, dan kurang
          ***
Cinta yang Membuat Luka
Kudengar suara kekasihku dari kejauhan
Lewat seperangkat media yang menjadi sahabat karibku
Memanggilku dengan suara khas lembut
Aku mengenal suaranya
Aku bangun dengan hati gembira
Mempersiapkan diri dan segala sesuatu
Kudengar suara itu semakin mendekat
Hasratku menggelora
Kutahu dia sudah di depan pintu
Semuanya telah siap
Aku berlangkah menuju pintu
Tak kusangka tak kuduga
Kekasiku pergi
Hatiku terluka
Rasanya aku tak mau menyerah
Aku terus mengejarnya
Bahkan sampai diujung cintanya
Aku tahu ia mencintaiku dengan pasti
Itulah keyakinanku
Tapi semuanya sirna
Ada kesanggupan lain yang melampaui kekuatanku
Kekasihku pergi bersama yang lain
Dia yang terpaksa melakukannya
Meski ia sendiri tak menghendakinya
Hatiku terluka
Kusadari keterbatasanku
Meski kutahu cinta dapat mengalahkan segalanya
Mengambil posisi bertahan
Itulah jalan satu-satunya
Akh...sampai kapan?
Pergilah kau bersamanya
Senandungkan lagu rindumu dalam pelukannya
Sebab, aku tak sudi luka ini bertahan dan terus menganga
               ***
        (1)
Menulis kisah dalam lembaran polos
Pikiran kosong tuai kehampaan
Tiada yang bisa diungkapkan
Selain cerita hati yang masih menangis
Terlarut dalam kesedihan nan bisu
Hadapi kekalahan yang belum bisa diterima
        (2)
Membuka tugas baru dengan optimisme
Percaya pada kesanggupan dengan pertolongan Tuhan
Tahu apa yang menjadi kewajiban
Selalu punya waktu untuk beramal
Biar menjadi saksi dalam perjuangan hadapi kekalutan
       (3)
Mata bening menebar pesona
Jiwa bisu bila menatapnya
Tiada kata selain senyum
Ungkapkan kerinduan
Sesakan nafas
Kubertanya dalam hati
'Ada apa denganmu?'
         ***
Tamparan Tangan Tuhan
Panas terasa
Entah sampai kapan berlalu
Sadar telah terdepak
Dunia bahagia ditinggalkan
Hadapi dunia baru dalam derita
Itulah tamparan tanganMu
Pedih terasa
Entah kapan kan berakhir
Semua memandang padaku
Dengan tanya dan rasa haru bernuansa lirih
Dan aku hanya sanggup tersenyum sambil bermenung
Sakit Tuhan, sungguh sakit
Ampun Tuhan, kumohon ampun
Aku terjegal dari kasihMu
Terlempar aku ke tanah pengasingan
Tuhan...
Sampai kapan aku Kau ambil
Tuk rasakan lagi cintaMu
        ***
Bukit  Karang Radamata
Batu-batu berserakan
Hiasi hawa panas
Bakarkan sekujur tubuh
Keringat bercucuran
Upaya penyesuaian
Di bukit ini
Tahankan nasib
Untung dan malang dilalui senyum
Usaha menghibur diri
Meski sadar penuh rapuh
Di bukit ini
Tampakan ketegaran
Dalam perjuangan tak kenal bosan
Lantunkan nada kasih
Kumandangkan pengabdian
Atas nama cinta
***
Membangun perjuangan berlandaskan sabda Tuhan
"Siapa yang mencari ia akan mendapat
Siapa yang mengetok baginya pintu dibukakan"
Temukan diri dalam proses
Mencari dan terus mencari
Yang dicari belum ditemukan
Hanya dapat menatapnya dalam samar
Tak pasti meski yang samar itu pasti
Berkali-kali aku mengetuk
Belum ada pintu yang terbuka
Yang dicari masih tersembunyi
Mungkin karena Tuhan lebih sering menampakkan wajahNya
Hingga Dia menutupi segalanya
***
Seiring berjalan sang waktu
Lukaku mengering dan nyaris tersembuhkan
Itu sudah cukup bagiku
Hidupku dan hidup orang lain memberi warna
Antara dua dunia, nyata dan tidak nyata
Lukaku semakin mengering
Menjadi titik akhir perang dingin dalam panggung kehidupan
Dan aku memutuskan untuk berhenti pada titik ini
Walau kutahu yang berlalu harus tetap dikenang
Dimaknai bukan dilupakan
Aku tidak akan menjadi semakin kecil
Terus bertumbuh dalam sunyi
Berdiam dalam hening serta teduhnya jiwa
Oh, ada bisikan keras menerpa kalbu:
"berhenti mengeluh lanjutkan kerjamu"
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H