Aku masih kuat mengayuh pedal becak ini. Otot-otot betisku sudah lumayan terlatih dan kuat. Jalanan sudah seperti tempatku 'bermain'. Kaos panjangku selalu basah diguyuri keringat. Dan, topi kerucutku hanya berhasil melindungi bagian kepala saja.
Apes! Sejak pagi, hanya ada satu orang yang menaiki becak ini. Tapi, apa yang kukerjakan, itulah yang kuperjuangkan. Aku, penarik becak wanita satu-satunya di pangkalan ini. Sekaligus menjadi sesepuh bagi yang lainnya. Aku enggan pensiun. Mereka pun tidak mau jika aku pensiun.Â
Rasanya ingin sekali mengistirahatkan badan dan menyelonjorkan kaki barang sejenak.
Sreet .... Sekelebat, sebuah mobil melaju cepat dan menyerempet roda becakku. Aku berputar-putar di atas jok seperti pemain akrobatik. Tanganku berusaha mencengkeram kuat setir becak. Setelah beberapa kali berputar, tiba-tiba putarannya berhenti. Alhamdulillah, becakku kembali ke posisi semula. Jantungku seperti berhenti berdetak sesaat. pandanganku bias seketika. Mobil itu tampak membanting setir ke samping kanan, sehingga tidak membuatku terpental jauh. Namun, mobil itu terperosok ke semak-semak.
Kap mobilnya mengepulkan asap. Sejurus kemudian, pintu mobilnya terbuka. Seorang pria merangkak keluar dari dalam mobilnya. Dahinya basah oleh cairan amis berwarna merah.
Ia berhenti, Lalu merebahkan badannya di atas hamparan rumput.
Aku turun dari becak dan mengulurkan tangan, berusaha menolongnya.
"Tidak usah. Akumasih bisa bangun sendiri. Kalo bawa becak hati-hati dong," pria itu mendengus kesal.
"Maafkan saya mas."
"Argh, pokoknya Mak harus ganti rugi. Tapi ... mak harus antar saya dulu ke kantor, karena saya ada meeting yang sangat penting dengan klien."
Aku tidak tahu harus memberikan respon apa. Pria itu bangun dan berjalan terseok-seok menghampiri becakku. Kemudian ia duduk di jok belakang.