Abstrac : The example of Christian Educators is a modeling for students carried out by Christian educators that is compatible with the quality of Christian values, so that by reflecting the life behavior of educators, students are able to learn realistically which can have an impact or impact on the lives of students. The importance of harmony between words and actions is very influential for an educator to students. The Apostle Paul has already done important things in teaching, namely: educators are able to have broad insight as the main basis in their teaching, educators are able to have skills as a practical implementation that is easy to understand, educators are able to have visionary that is preventive and anticipatory in dealing with the future. dynamics that come in the faith growth of the congregation and students.
Keywords: Paul, Christian Educator, Exemplary
Abstrak : Keteladanan Pendidik Kristen merupakan suatu modelling bagi peserta didik yang dilakukan oleh pendidik Kristen yang berpadanan kepada kualitas nilai-nilai Kristiani, sehingga dengan cerminan perilaku hidup pendidik, peserta didik mampu belajar secara realistis yang dapat memberi pengaruh atau dampak bagi kehidupan peserta didik. Pentingnya keselarasan antara kata dengan perbuatan sangat berpengaruh besar bagi seorang pendidik kepada peserta didik. Rasul Paulus telah lebih dulu melakukan hal-hal penting dalam pengajaran yaitu : pendidik mampu memiliki wawasan yang luas sebagai dasar utama dalam pengajarannya, pendidik mampu memiliki kecakapan sebagai suatu implementasi praktis yang mudah dipahami, pendidik mampu memiliki kevisioneran yang bersifat preventif dan antisipatif dalam mengahadapi masa dinamika yang datang dalam pertumbuhan iman jemaat dan peserta didik.
Kata kunci : Paulus, Pendidik Kristen, Teladan
Pendahuluan
Keteladanan seorang guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen memberikan pengaruh besar kepada peserta didik. Para ahli dan reformator terkemuka dunia pendidikan memposisikan keteladanan dalam beberapa prespektif, ada yang medudukannya sebagai strategi, metode, pendekatan, alat, bentuk, jenis pendidikan, implementasi, dan sebagainya. Berbagai prespektif demikian menunjukkan bahwa keteladanan diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam selurush system kependidikan. Dalam tianjauan teoritis para ahli termasuk Anne Jordan, Orison Carlile, dan Annetta Stack dengan tegas menyatakan bahwa istilah keteladanan adalah “part of all learning”.[1] Juga dalam uraian penjelasan teori psikologis istilah yang urgen digunakan untuk keteladanan ialah imitasi atau “modelling”. Kemudian Schaifer mengungkapkan dalam tulisannya bahwa “modelling” adalah suatu contoh sikap atau perilaku dari orang tua untuk anak-anak, pada perbuatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan setiap hari.[2] Dalam pandangan demikian hal ini merajuk kepada interaksi antara anak dan orangtua, akan tetapi keteladanan mencakup semua usia.
Ungkapan seorang penulis dalam buku Praksis Pendidikan Nilai bernama J. Darminta, bahwa setiap individu pada dasarnya memerlukan adanya teladan sebagai panutan dan kekuatan sekaligus mendapatkan inspirasi dalam menjalani proses hidupnya. Namun dalam proses itu bagi orang muda memiliki hambatan ialah suatu kenyataan yang sangat sulit bagi mereka menemukan kebutuhan teladan yang dekat dan menjadi bagian hidup mereka. Mereka melihat adanya ketidaksesuaian antara kata dan fakta.[3] Prespektif orang muda selalu berpandangan kepada hal-hal yang bersifat realistis (nyata). Kurangnya kesesuaian antara kata dan fakta yang dilakukan oleh pendidik atau yang seyogianya memberikan teladan, inilah yang menjadi masalah ketika seseorang dan memberi pengaruh kepada anak-anak (nara didik) untuk melakukan hal-hal yang baik.
Berbicara tentang keteladanan pendidikan berarti membicarakan pendidik sebagai pemeran utama pelaksana pendidikan. Apabila ditempatkan dalam kerangka pendidikan seumur hidup, maka pada dasarnya setiap orang adalah pendidik. Pengaruh seorang pendidik atau guru sangat besar terhadap lingkungannya. Sayangnya, pada tataran praksis peran pendidik tidak selalu positif. Pendidik sering kali menggiring pengikutnya pada hal-hal yang bersifat negatif, baik secara sadar maupun tidak sadar. Terkait substansi pendidikan sebagai memanusiakan manusia, maka berhadapan dengan zaman yang selalu cenderung mendistorsi kemanusiaan peranan pendidik yang terutama sebagai pembela nilai-nilai kemanusiaan. Pendidik sepatuhnya menjadi ‘Juru selamat’ dari kehancuran harkat dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.[4]