"Kelamin"
"Kalian tadi tertawa karena merasa risi ya. Masyarakat kita masih tabu membicarakan nama kelamin perempuan dan laki-laki. Tapi tidak sedikit yang menuliskannya di dinding toilet umum dengan cara yang mengesankan bahwa kelamin menjijikkan. Adakah di antara kalian  yang pernah melihatnya?" Tanyaku sekali lagi.Â
Semuanya mengangguk-angguk.Â
"Adakah sebutan lain dari kelamin perempuan yang tidak membuat kalian risi?"
"Vagina, Bu!" Jawab Rizki sambil mengacungkan tangan.Â
"Terima kasih, Rizki. Kalau kelamin laki-laki disebut apa?" Aku bertanya sambil memandang anak-anak perempuan. "Penis, Bu!" Jawab mereka serempak. Tak ada yang tertawa kali ini.
Anak-anak merasa gembira menyadari dalam waktu 25 menit mereka menjadi lebih berani menyampaikan, merdeka menuliskan pertanyaan, dan mengetahui isi buku yang dibaca tanpa merasa diuji seperti kata Ainun dan kawan-kawan di sebelahnya. Â Taman baca AIUEO menjadi saksi kehebatan anak-anak dusun mengikuti CACT.Â
Semoga mereka tertarik untuk membiasakannya di kelas ya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H