Ia pun senang karena sudah sampai di depan pintu rumah Tarjo. Walaupun rumah sepi, ia yakin Tarjo di rumah karena baru saja ia telepon. Marno mengetuk pintu sambil berkaca di jendela kaca sebelah pintu. Ia rapikan rambut cepaknya dengan jari-jari tangan kanan.
Berulang kali ia ketuk pintu jati yang banyak tertempel stiker.
"Asalamualaikum, Tarjo, aku sudah di depan pintu!" Marno terus mengucap  salam dan berusaha mengintip lewat kaca jendela. Dilihatnya ruang tamu sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Hatinya sedikit galau. Ia pun mengulangi dengan memanggil teman SMA itu. Namun, tak ada sahutan dari rumah. Ia pun memutuskan untuk menelepon.
"Tuttt!"
Sampai enam kali panggilan tak ada jawaban. Nada berdering. Itu artinya HP Tarjo aktif. Ya ditunggu sajalah. Lelaki tersebut memilih duduk-duduk di kursi panjang sambil menunggu dibukakan pintu. Ia heran, lima menit lalu HP Tarjo aktif. Namun, mengapa seketika hilang kontak.
Tak terasa ia sudah menunggu selama empat jam. Lumayan lama. Bagi Marno, Tarjo tertidur. Ia pun enggan bertanya kepada tetangga karena Tarjo mengatakan di rumah. Sesekali ada orang lewat di depan rumah bercat coklat itu dan tak ada yang menyapa. Ia pun asyik bermain game.
Tiba-tiba HP berbunyi keras. Marno langsung berdiri.
"Tarjo kamu telepon berulang kali ya, maaf aku di belakang, HP saya letakkan di lemari," ucap Tarjo.
"Kamu sampai mana?" Suara Tarjo lebih keras.
"Saya sudah di depan pintu rumahmu empat jam lalu," ucap Marno keras. Ia ingin segera dibukakan pintu.
"Oh ya, oke aku bukakan pintu. Sebentar tunggu aku cuci tangan dulu."