Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kejujuran dan Keadilan, Semoga, Masih Tegak di Negeri Ini

17 Februari 2023   10:17 Diperbarui: 17 Februari 2023   10:33 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nggugu kersane priyangga

nora nganggo paparah lamun angling

lumuh ingaran balilu

uger guru aleman

nanging janma ingkang wus waspadeng semu

sinamun ing samudana

sesadon ingadu manis

(Menuruti kehendak diri sendiri

tanpa perhitungan dalam berbicara

tak mau disebut bodoh

suka dipuji disanjung

tetapi manusia telah paham akan semu

yang ditutupi dengan kepura-puraan

disajikan dengan manis)

*)Serat Wedhatama KGPA Mangkunegara IV, Bait 3

Rabu siang, 15 Februari 2023 di Ruang Prof. Oemar Seno Aji S.H., Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, "......Menjatuhkan pidana terhadap  terdakwa Richard Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan !" Sorak sorai yang direndengi  isak tangis tertahanpun membuncah. Rasanya, pada detik itu, syukur dan haru merembes pula dalam ratusan juta kalbu manusia yang mengikuti persidangan melalui satelit. Sekat agama, suku dan pretensi politikpun sirna. Haru biru itu tak pelak lagi adalah puncak dari kejadian serupa Senin dan Selasa sebelumnya. Dua hari itu majelis hakim yang sama telah memvonis mati Ferdi Sambo dan menghukum Putri Candrawati, Kuwat Ma'ruf dan Riky Rizal, masing-masing dengan pidana penjara 20, 15 dan 13 tahun penjara. Publik merasa telah diguyur air dingin pegunungan setelah 6 bulan terakhir ini khawatir bahwa peradilan itu akan  anti klimak seperti biasanya, tajam ke bawah dan tumpul keatas.

Dalam Criminal Justice System, aparat penegak hukum memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Polisi melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, jaksa mengajukan tersangka ke persidangan dilanjutkan dengan pengajuan dakwaan dan penuntutan. Kemudian hakimlah yang memutuskan bersalah-tidaknya terdakwa  kemudian menjatuhkan vonis. Dalam hal ini pengacara sebagai penegak hukum berfungsi untuk mendampingi dan membela kepentingan terdakwa.

Idealnya para hamba hukum itu terdiri dari orang-orang jujur, cerdas, berani dan amanah. Realita tentu tidak demikian. Polisi dan jaksa bisa culas namun keadilan akan tetap terjaga jika majelis hakim adalah insan-insan kredibel. Sebaliknya sehebat dan sejujur apapun polisi dan jaksa, jika majelis hakim hianat maka keadilan laksana fata morgana. Kita baru saja menyaksikan fatamorgana itu mengepul di Pengadilan negeri Jakarta barat. Selasa, 24-01-2023 itu PN Jakarta Barat membebaskan bos KSP Indosurya, Henry Surya dan June Indria dari tuntutan pidana. Majelis memutuskan penipuan dan penggelapan  ratusan triliun rupiah milik puluhan ribu nasabah KSP itu adalah perkara perdata.

Peran penasehat hukum tentu saja tidak bisa disepelekan, bahkan terbongkarnya kasus berat terbalut obstruction of justice itu dipicu oleh suara sangat nyaring dari tim pengacara keluarga korban Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat.

Majelis hakim pengadilan Jakarta selatan yang diketuai oleh Wahyu Iman Santoso, S.H.,M.H. telah dengan nyaris sempurna menyerap aspirasi keadilan publik. Majelis telah membeli kejujuran dan keberanian serta pengampunan tulus keluarga korban kepada terdakwa dengan harga yang adi-pantas. Tanpa kejujuran dan keberanian Icad, Yosua akan ter-stigma selamanya sebagai polisi pemerkosa dan negeri ini akan terbebani dengan satu lagi dark number. Keputusan beresiko sangat tinggi telah diambil  oleh anggota polri berpangkat terendah itu.  Dia berketetapan hati untuk  head to head dengan perwira tinggi bintang dua dengan jabatan sangat mentereng, Kadiv Propam Polri. Keberanian pemuda belia itu tentu  tidak bisa dilepaskan dari pendampingan ikhlas-probono dari para penasehat hukumnya.

Sangat banyak hikmah yang dapat didulang dari keputusan majelis yang menurut Menkopolhukam RI sangat progresif. Ketok palu hakim itu juga menjelma menjadi pelajaran pepak makna yang bisa diserap oleh para hakim, polisi, jaksa, Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, penasehat hukum, para ahli hukum dan tentu saja seluruh masyarakat Indonesia.

Polri harus menyadari bahwa ada yang salah terkait manajemen the right man in the right place. Institusi penanggung jawab utama kemanan dalam negeri itu terbukti telah menunjuk seseorang yang secara kejiwaan belum matang untuk menduduki jabatan yang sangat strategis. Kenyataan sangat pahit akhirnya harus diterima,  mantan komandan polisi-nya polisi itu tidak hanya telah membunuh seorang bintara, tetapi juga telah mematikan karier dari beberapa perwira cemerlang. Ada pihak-pihak yang menyatakan bila divonis mati Ferdi Sambo akan "buka-bukaan", tentu saja ini bagus bagi Polri yang sangat butuh data-informasi valid untuk  pelaksanaan "bersih-bersih" lebih lanjut demi terwujudnya program Kapolri, Polri yang Presisi dan Promoter.

Bagi kejaksaan yang semua tuntutannya "dimentahkan" oleh Majelis, kedepan harus menghindarkan diri dari business as usual. Kondisi sudah berubah, kejaksaan harus menyimak dengan seksama tidak saja undang-undang tertulis tetapi juga "undang-undang tidak tertulis" yang berdenyut sangat keras di dalam jantung-hati publik. Keputusan kejaksaan agung untuk tidak naik banding, merupakan kabar gembira yang mewartakan bahwa kejaksaan telah tuntas mengambil hikmah dari vonis-vonis hakim itu.

Mengacu pada jalannya proses penegakan hukum yang dramatis tersebut, publik tentu juga bisa memberi penilaian terhadap Lembaga-lembaga negara semacam LPSK, Kompolnas, Komnas HAM dan Komnas Perempuan berdasarkan rekam jejaknya masing-masing. Lembaga Lembaga negara yang dibiayai oleh pajak yang kita bayarkan itu harus terus meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik. Jika tidak eksistensinya akan digilas oleh jaman dan netizen.

Maraknya perbincangan di stasiun-stasiun penyiaran juga memberi peluang masyarakat untuk memberikan assesmen kepada para public figure nasional, mereka dengan sendirinya akan ter-filter antara yang progressive dan yang pro-status quo.

Persidangan ini juga berfungsi sebagai al Furqan atau pembeda. Ada 122 professor dan pendekar hukum dari berbagai perguruan tinggi tanah air yang turun gunung mendorong amicus curae untuk memback-up Barada Richard. Tetapi ada juga beberapa guru besar hukum yang menganggap vonis-vonis yang dijatuhkan majelis hakim telah "menyalahi" teori-teori hukum yang sangat mereka kuasai luar-dalam. Sebagai seorang awam-hukum, saya meyakini satu hal, hukum dibuat bukan untuk kepentingan hukum itu sendiri tetapi hukum dibuat adalah untuk kemaslahatan umat manusia.

Akhirnya ijtihad hukum hakim Wahyu dan kawan kawan menda'wahkan dengan terang benderang bahwa keadilan dan kejujuran masih tegak di bumi nusantara. Olehnya itu harus menjadi "yurisprudensi" untuk proses penegakan hukum selanjutnya.

Semoga !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun