Adapun hal-hal yang mendorong mausia melaksanakn aktivitas-aktivitas yang bersifat keagamaan terjadi karena adanya emosi dan getaran jiwa yang sangat mendalam dan disebabkan karena rasa takut, terpesona pada sesuatu yang gaib atau keramat, di samping sebagai sebuah harapan yang menginspirasi perjalanan kehidupan manusia (Murthannari, 2007: 103). Perasaaan itu terpancar dari daya misterius yang merupakan prinsip penyatuan dengan alam semesta. Pada masyarakat primitif, manusia mengaitkan perasaan itu dengan binatang, tumbuhan atau benda keramat yang dijelmakan sebagai daya misterius tersebut.
Â
Pemahaman masyarakat tradisional di perkampungan menekankan bahwa agama dan adat istiadat adalah dua hal yang saling melengkapi, sehingga keduanya tidak berbeda kalaupun terdapat sifat yang sedikit kabur. Hal ini bisa dijelaskan dengan melihat tradisi ketika Pentekosta di dalam masyarakat Dawan Noemuti yang mana umat biasanya membawa jagung yang dalam tradisi dibesut pen'tauf. Hal ini dipandang pleh umat sebagai sebuah kewajiban agama sekalihgus kewajiban adat. Ritual-ritual semacam ini memberikan masyarakat sebuah cara berpikir tentang keterkaitan yang erat antara budaya, alam dan kepercayaan. Pemikiran tersebut hadir pila dalam tradisi Korolele yang mana tradisi tersebut merupakan sebuah hal wajib yang selalu dilaksanakan sebelum keluarga besar melangsungkan kenduri untuk mengenang arwah leluhur atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia.
Â
Â
Daftar Pustaka
Â
Maria, Siti, dan Julianus Limbeng. (2006). Kepercayaan Komunitas Adat Suku Dawan. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Â
Ridi, S. (2020). Upacara Kure Atoni Meto Noemuti Dalam Relasi Dengan Pelaksanaan Tiga Tugas Gereja. Skripsi. Maumere: STFK Ledalero.
Â