Mohon tunggu...
Siti Royani
Siti Royani Mohon Tunggu... Freelancer - IRT yang doyan nulis dan membaca. Senang membagikan resep-resep makanan dan kisah-kisah fiksi

Blogger & Copy Writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen#3, Tentang Kekasihku Din

2 Maret 2019   18:16 Diperbarui: 2 Maret 2019   18:20 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pinterest.com/mariamabzakh

Perasaan cinta itu misteri. Sebab kau tak bisa memilih hendak jatuh cinta kepada siapa, dan mengapa dirimu tergila-gila dengannya, adalah sesuatu di mana kamu sendiri sulit mempercayai. Dan ironisnya, itu pula yang terjadi pada diriku sekarang.

Rasa ini terlampau jahat, mengurungku pada sebuah ketidakpastian hidup. Di saat aku ingin menjadi bebas tak terikat oleh hati siapapun. Akantapi menemukannya, hatiku langsung menjadi terdera lara dan siksa. Bagaimana aku melepasnya?

Dia gadisku yang teramat lugu. Senyumnya manis dengan rambut tergerai manja, yang seharusnya smua itu jangan aku lihat terlebih dahulu sebelum menjadi suami sahnya. Tapi entahlah, rupanya Allah masih punya maksud lain.

Dia cantik bahkan menurutku terlalu cantik. Namun kenaifannya akan dunia membuatnya terlihat bodoh di mata orang yang melihat. Ajaibnya dia memiliki keluarga yang menyayangi, sehingga meski dunia mengerdilkan dirinya, ia selalu punya cara untuk bersemangat.  Menempuh kehidupan, karena pengaruh kasih sayang dari mereka.

''Mas bener akan melamarku?'' tanyanya polos saat itu. Sedikitpun ia tak menampakkan rasa malu dan canggung seperti yang biasa terjadi pada wanita yang dilamar pria.

''Iya. Kau keberatan aku jadi suamimu?''godaku kala itu dengan senyum nakal.

''Tapi Din masih kecil Mas, baru aja ngerjain tes ujian dan hasilnya juga belum dibagikan. Lagian mosok harus menikah sekarang?''

''Kenapa memangnya, apa enggak boleh?'' aku balik bertanya.

''Bu...bukan begitu maksudnya. Din kepengen kuliah.''

Aku tersenyum menanggapi jawabannya. Sejenak kupandangi dara yang kini telah berganti pakaian muslimah. Ia lugu, teramat sangat lugu. Akan tetapi lugu dengan bodoh bedanya ada di mana ya?

Dia memang sosok aneh. Entah apa yang ada di otak anak ini. Kadang bisa terlihat begitu cerdas dan tahu segalanya, tapi di sesi berikutnya menjadi perempuan tolol yang tak mengerti dengan apa yang dilakukan.

''Din pengen menjadi desainer Mas.''

''Meski ibumu menentangmu?''

Ia menghela napas panjang dan memalingkan wajahnya menatap mataku.

''Dan karena itu dirimu hendak memanfaatkan aku 'kan?''

Aku tergelak mendengar tuduhan seperti itu.

Hening sesaat tak ada suara di antara kami.

Din tak tahu bahwa ia merupakan wanita yang kugilai sedari kecil, sebelum akhirnya aku pindah ke kota lain mengikuti dinas papa. Jika kamu bertanya kekuatan apa yang menarikku untuk jatuh cinta kepadanya, maka aku akan menjawab ''tidak tahu''. Ya, sebab faktanya memang demikian.

Takdir itu begitu sempit. Aku menggilai dirinya. Namun bukan berarti perjalanan ini tak pernah ada hambatan.

Keadaan dirinya yang bagi sebagian orang terbilang unik, menjadikanku harus beberapa kali menahan malu karena sikapnya. Aku tak perlu menyebutkan bagian mana saja kekonyolan gadis ini. Namun yang jelas, justru sebab itulah aku mencintainya.

Menyukai ketidak sempurnaannya dan ihklas menerima segala kekurangan dan keburukannya,

''Apa Mas enggak maLu beristrikan gadis kampung nan udik ini?'' ia menyadarkan lamunanku.

''Enggak! Malah itu yang membuat Mas tertarik melamarmu Din.''

Muka Din bersemu merah jambu mendengar pengakuan jujur dariku. Semakin lucu dan menggemaskan. Lantas aku berpikir begini, gadis muda memang selalu sukses bikin lelaki manapun mabuk, termasuk diriku mungkin.

''Tapi Din...pengidap Bi....''

Aku mengacungkan ibu jari ke muka. ''Tak boleh berkata demikian. Nyatanya kamu bisa berprestasi. Itu menandakan jika dirimu cerdas 'kan?'' Aku menatapnya iba, sementara ia menunduk dengan wajah murung.

''Sudahlah! Lupakan pendapat orang. Mas serius dengan ucapan ini enggak main-main. Minggu depan Mas akan datang ke rumahmu bersama orang tua Mas. Kau tak usah berpikir macam-macam. Mengenai keinginanmu untuk kuliah, kau dapat melakukannya setelah kita menikah nanti. Kau setuju?''

Din diam tak memberi jawaban. Tapi aku yakin diamnya adalah persetujuan. Karena mana mungkin ia menolak, saat kulihat terang-terangan dirinya menampakkan rasa cemburu terhadap Ayu adik angkatku yang kemarin mengunjungiku.

Din cantik, lugu tapi cerdas. Meski ia memiliki satu kekurangan, yakni tervonis sebagai penyandang gangguan kejiwaan yaitu bipolar. Namun aku tulus mencintai dan menerima dia dengan apa adanya.

Noted :

Sepenggal episode novel yang kini masih ditulis penulis, di mana bagian-bagiannya sekarang sedang tayang di salah satu media online.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun