''Maksudmu apa meminta itu?'' jawabku setengah malas membalas tatap matanya. Akupun bangkit dan duduk yang diikuti dirinya. Kami saling berhadapan dan bersitatap satu sama lain.
 ''Apa penampilanku masih kurang baik di matamu?''
''Ya.''
''Bagian mana itu, bisa kau sebutkan?'' Walau dalam hati merasa marah dan tersinggung, di hadapannya aku tetap mencoba untuk bersikap tenang.
''Tawa dan senyummu. Terus terang aku merasa terganggu dengan ini.''
Aku diam mematung mendengar jawaban jujurnya. Hatiku terluka dan perasaanku tak bisa kusembunyikan lagi. Bulir bening di kedua sudut mataku tumpah membasahi pipi.
Hening sesaat tak ada suara di antara kami. Sesaat jiwaku terguncang, tak pernah membayangkan bila kebersamaanku yang baru sesaat ini, harus bertemu persoalan semacam itu.
Aku menutup bibir, tak berbicara sepatah katapun. Sampai ia mengulangi permintaannya kembali padaku.
''Jadi bagaimana, kau pertimbangkan lagi melakukan operasi botox demi aku?'' desaknya meminta jawaban pasti.
Aku masih bergeming dengan posisi semula. Mengatur napas dan berpikir jernih. Hingga sesuatu akhirnya keluar dari mulutku.
''Berarti selama ini kau merasa malu beristrikan perempuan macam aku?''