Kau sebut apa cinta ingin yang ingin mengubahmu? Bukankah mencintai berarti seharusnya pula bersiap menerima konsekwensi, atas kelebihan dan kekurangan orang yang dicintai? Tapi mengapa saat menemui ketidak-sempurnaan, mencoba menjadikannya lain?
Aku sangat terpukul atas sikapnya yang dilakukan saat itu. Ternyata apa yang menjadi sumber kebahagiaanku justru selama ini, adalah sumber penderitaannya. Aku tidak terlalu tua dan jelek ketika bersanding dengannya. Tapi mengapa ia tega berbuat seperti itu padaku?
Aku tulus mencintai dirinya. Tidak mempermasalahkan apa yang tak ia miliki. Sebagai seorang istri, diriku telah berusaha sekuat tenaga menciptakan suasana nyaman bagi dia.
Namun apa yang kudapati, sungguh di luar dugaan. Pengorbananku sia-sia, tak berarti. Meski kulakukan dengan ikhlas dan rela.
Pernikahanmu masih terbilang sangat muda banget, untuk seukuran pengantin baru. Dan harusnya pula aku masih bisa menikmati cinta dan kasih sayang dari suami. Bukan hal rendah semacam ini.
Usianya denganku hanya terpaut 4 tahun saja. Kami masih sama-sama masih melajang, pada saat mengikat janji suci itu. Umurku juga baru mencapi 31, tak dapat dikatakan sangat tua sekali.
Aku pikir kala bertemu orang-orang, tak ada yang perlu kusembunyikan dari wajah ini. Aku bebas tersenyum dan tertawa lepas. Tanpa beban di hati.
Akan tetapi beberapa bulan sebelum memasukkan gugatan cerai ke pengadilan, memang ada peristiwa yang jadi pemicunya. Ketika itu setiap kali pulang kantor, wajahnya tak sekalipun tampak semringah. Masam dan dilipat terus.
Mulanya aku mengira mungkin dia tengah dirundung masalah, dan untuk sementara tak ingin membaginya dengan aku. Karena kutahu, kami mengurus pindah rumah dan pekerjaan baru yang ia miliki. Kupikir dia mungkin lelah dan stress sebab itu.
Sampai kejadian aneh itu berlangsung berhari-hari bahkan telah melewati minggu. Penasaran dengan sikapnya, akupun mencoba bertanya. Apapun itu, aku berharap dia mengatakan jujur sehingga diriku tak salah paham.
Hingga pada suatu malam, ia membangunkanku. Matanya berlinang airmata, mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkanku saat itu. ''Maukah kau untuk suntik botox?'' tanyanya menatap iba padaku.