Alif tak berdaya ketika melihat Leoni keluar menjemputnya. "Nenek. Begini, hari ini saya sedang menemani adik dan teman saya belanja. Jika ada sesuatu, nenek bisa hubungi saya. Ini nomor saya..."
Alif memberikan nomor teleponnya kepada sang Nenek. Anak muda disampingnya langsung menambahkan nomor Alif di teleponnya. "Saya Panglimo Bangkeh, sahabat. Sampai jumpa!"
Leoni mengerutkan keningnya begitu melihat Alif dan sepasang nenek cucu itu pergi tergesa-gesa. "Cepat masuk! Aku sudah memilihkan... Maksudku kami sudah memilihkan beberapa pakaian untukmu. Silakan dicoba dulu! Siapa mereka?"
Alif hanya mengangkat bahu. Lalu mengikuti Leoni yang menarik tangannya masuk kesebuah toko pakaian terbaik. "Siti, mana yang kita pilih tadi? Alif cepat masuk ruang ganti!"
Alif menggelengkan kepalanya. "Aku tak punya pengetahuan tentang pakaian. Jika kalian sudah memilihnya, itu pasti bagus. Suruh bungkus saja, aku akan kekasir!"
"Pilihan kami pasti bagus lah! Tapi belum tentu cocok ukurannya. Ayo kamu coba cepat!" Leoni mendorong Alif ke ruang Pas.
Tak lama Alif keluar dengan setelan baru. Suasana menjadi hening. Tak hanya Leoni dan Siti yang terpana, beberapa pramuniaga mal tersipu dengan wajah memerah. Memandang dengan takjub.
"Kenapa?" Tanya Alif bingung melihat semua orang menatap dirinya.
Leoni menutup mulutnya dan terkikik. Wajahnya memerah. Â "Ini baru mirip manusia. Tadi lebih mirip orang utan. Lain kali perhatikan penampilan kamu!"
"Anda tampan sekali, Uda! Kalian kelihatan serasi sekali kalau seperti ini" Ucap salah satu pelayan dengan tersenyum manis.Â
"Tampan sih, tapi tampan saja tak cukup! Anda beruntung sekali ditemukan gadis ini sehingga di belikan pakaian" Cibir seorang yang juga memperhatikan penampilan Alif.
Alif hanya tersenyum tipis. Dia mengeluarkan satu kartu bank dan menyerahkan pada kasir. "Aku akan bayar semua yang dipilih dua orang ijo termasuk pakaian yang aku pakai ini. Kau pegang dulu sampai semuanya selesai memilih!"
Gadis itu tertegun. Lalu menerima kartu itu dengan hormat. Dia tahu dengan pasti, jenis kartu yang di miliki pemud itu di provinsi ini mungkin hnaya dimiliki oleh beberapa orang. Yang membuatnya bingung, kenapa pemuda itu justru datang dengan pakaian lusuh dan mirip pengemis.Â
"Kali ini biar aku yang membayar. Kita sudah bertahun tak bertemu. Aku ingin mentraktir adikku ini. Kau ambil kembali kartu mu!" Ucap Leoni mendelikkan matanya.
"Tidak! Biar aku saja!" Balas Alif tersenyum.
Leoni mengeluarkan satu kartu bank dan menyodorkan kedepan kasir. "Kembalikan kartu orang ini, biar aku yang bayar!"
"Hahahaha! Akting kalian bagus sekali. Pasti kartu anda tak ada uangnya kan? Gadis itu mau menjaga reputasi kamu. Dasar gembel!" Pemuda tadi terus berkomentar.
Alif menyipitkan matanya memandang pemuda itu dengan senyum main-main. "Siapa kau? Kau yakin sekali kalau aku tak punya uang?"
"Selain mengandalkan wanita ini, emangnya kau mampu apa?" Dengus pemuda itu dengan ekspresi menghina.
"Oh, bagaimana kalau kita bertaruh?" Tanya Alif tersenyum jahil.
Pemuda itu tercengang. Dia memandang Alif yang kelihatan sangat percaya diri. Tapi kemudian dia berkata. "Baik. Kalau di kartumu ada uang sepuluh juta, aku akan merangkak keluar dari mall ini. Tapi jika tidak, kau harus menggonggong seperti anjing sebanyak sepuluh kali dihadapan ku, bagaimana?"
Pemuda itu sudah berfikir bahwa kalaupun Alif punya uang, pasti hanya beberapa juta saja sebagai uang saku dari wanita kaya ini. Dia percaya sebagai lelaki rendahan Alif memiliki uang saku lebih dari sepuluh juta dari wanita cantik ini.
Alif tertawa. Lalu dia berpaling pada Leoni "Biarkan aku mendapatkan harga diriku dan membayar tagihannya. Ada masanya kau akan mentraktir aku. Oke?"Â
"Baik. Aku juga ingin melihat ada orang merangkak seperti babinkeluar dari sini!" Jawab Leoni dengan dingin.
"Oke. Aku setuju dengan taruhanmu. Uni, silahkan cek kartuku!" Ucap Alif dengan tersenyum manis.Â
Melihat adegan itu, beberapa pengunjung segera mendekat. Ingin menyaksikan hal konyol apa yang akan terjadi. Pemuda itu tetap dengan ekspresi datar. Tetapi sebenarnya hatinya mulai takut. Alif terlihat begitu percaya diri.
"Sutan Kayo, kenapa kau disini?" Teriak seseorang. Lalu seorang pemuda berpakaian rapi mendekati pemuda yang sedang bertaruh dengan Alif.
"Hai, Magek Manggopoh! Kau juga disini!" Sapa Sutan Kayo balas tersenyum. "Ada pemuda udik yang sok kaya. Aku ingin melihatnya menggonggong seperti anjing. Â Apa kau tidak sibuk?"
"Ting..!"
"Tuan silahkan masukkan kata sandinya" ucap kasir menyodorkan mesin pembayaran kepada Alif.
Dengan satu gerakan cepat, Alif menekan enam tombol dan menganggukkan kepala. Semua mata pengunjung melihat pada gadis kecil yang memegang mesin itu dengan tatapan penasaran.
Ekspresi petugas itu berubah. Dia menatap Alif dengan tatapan tak percaya melihat Alif beberapa kali. Melihat hal ini, melwdaklah tawa Sutan Kayo. Dia yakin kalau hasilnya sudah keluar. Alif tidak memiliki cukup uang sesuai taruhannya.
"Ayo, kau sudah boleh mulai menggonggong. Kebetulan aku sangat sibuk hari ini. Jangan buang waktuku!" Ucap Sutan Kayo pada Alif.
"Benar. Kau sudah boleh belajar merangkak! Berguling lah keluar!" Jawab Alif masih dengan senyum simpul.
"Kau!" Dia hampir mengamuk. Lalu dia berpaling pada petugas. "Katakan pada semua orang bahwa dia tidak memiliki sepuluh juta?"
Petugas itu tercengang. Lalu menjawab dengan gemetar. "Benar. Tidak ada sepuluh juta, tapi...."
"Hahaha! Apalagi yang ingin kau katakan sekarang?" Seru Sutan Kayo. "Ayo! Menggonggong lah. Kau kalah dan terima kekalahanmu!"
"Oh, benarkah?!" Tanya Alif dengan tetap tersenyum. Dia menoleh pada gadis di meja kasir itu.
"Tuan ini memang tak punya sepuluh juta. Tapi di kartunya ada lebih dari seratus Milyar!" Ucap gadis itu dengan suara bergetar.
Seluruh ruangan menjadi hening untuk sekian detik. Semua mata tertuju pada Alif yang masih tersenyum tak berdaya. Mata semua orang terbelalak. Pemuda berpakaian gembel ini sebenarnya seorang milyarder? Apa dunia sudah terbalik?
"Aku tak percaya! Kalian menipuku!" Teriak Sutan Kayo segera meraih mesin itu dari tangan sang kasir. Tapi ketika memperhatikan layar mini di mesin itu matanya terbelalak dengan tubuh bergetar.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H