Mohon tunggu...
Yan Baptista
Yan Baptista Mohon Tunggu... Ilustrator - pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gudeg Komplit untuk Ibu

25 April 2018   22:43 Diperbarui: 25 April 2018   23:02 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore hari yang cerah. Tapi bertolak belakang dengan suasana hati Usman. Hatinya sedang suram. Ia tampak lesu duduk diatas sepeda motornya. Semenjak menjadi driver motor ojek online enam bulan silam, baru hari ini ia merasa sial. Sedari pagi baru satu orang penumpang yang diangkutnya. Itupun perjalanan dengan jarak yang sangat dekat. Belum ada satupun orderan yang masuk lagi lewat smartphonenya.

Entah sudah berapa jam lamanya Usman menganggur di dekat warung rokok ini. Enggan rasanya ia untuk berkeliling di saat hatinya kesal seperti saat ini.

Eits, sedetik Usman menoleh ke layar smartphonenya. Ada orderan yang masuk! Seseorang memesan makanan lewat layanan pesan makanan online.

Gudeg komplit 1 porsi.

Alamat pengantaran Jl. Delima 5 Blok D5 No.25

begitu teks yang tertera di layar smartphone.

Usman dengan sigap merespon orderan itu. Dihubunginya nomer HP si pemesan dengan nama Widya Yunindya itu untuk memastikan.

Teleponpun tersambung.

"Halo...selamat sore, memesan gudeg komplit atas nama ibu Widya ya?" sapa Usman.

"...iya mas" sahut sebuah suara perempuan lirih di seberang sana.

"Oh...masih muda orangnya" batin Usman.

"Beli di Rumah Makan Nyonya Suhartini ...Gudeg komplit satu porsi ya mbak?" ulang Usman mengkonfirmasi pesanan.

"Iya mas, betul"

"...alamat pengantaran sesuai aplikasi...ditunggu ya mbak!"  lanjut Usman.

"Iya mas, terima kasih..." jawab perempuan itu. Singkat dan tetap dengan nada lirih.

Usman menghidupkan mesin motornya lalu menuju Rumah Makan Nyonya Suhartini membeli pesanan yang dimaksud.

***

Dua puluh menitan kemudian. Usman berkeliling memasuki kompleks perumahan mencari letak alamat si pemesan.  Seingatnya ia belum pernah mengantarkan penumpang ke komplek ini.

Rumah putih dengan pagar besi bercat hijau tua itu tampak sepi. Di tembok depan bertuliskan D5/25.

"Pasti ini dia rumahnya" kata Usman dalam hati.

Ting tong!

Tak lama pintu rumah terbuka. Seorang wanita tua keluar dengan wajah heran. Usman menduga sekitar 60an tahun usianya.

"Iya nak, ada apa ya?" tanya wanita tua itu sambil menuju gerbang pagar.

Usman tersenyum ramah.

"Ini bu, pesanan makanannya..."

Usman menyerahkan kantong kresek putih berisi gudeg komplit dalam kotak styrofoam melewati pagar.

Si ibu tampak terkejut dan heran.

"Aku ndak pesen makanan kok nak...?" kata si ibu bernada jujur.

Kali ini giliran Usman yang keheranan.

"Apakah betul disini rumahnya Widya Yunindya?" tanya Usman.

"Iya..iya betul nak...Widya nama anak saya..."Air muka si ibu nampak berubah murung.

"Oh kalau begitu benar bu, pasti anak ibu yang memesan gudeg komplit ini"

Ibu tua itu membuka pintu gerbang pagar. Ia menoleh ke kiri dan kanan seperti mengamati keadaan sekitar. Bahasa tubuhnya lalu seperti memberi isyarat Usman untuk masuk ke halaman rumahnya. Usman melangkah dengan ragu.

Tiba-tiba ibu tua tersebut menubruk dan memeluk tubuh Usman sambil mulai menangis terisak.

Usman makin kebingungan dan sedikit meronta.

"...Bagaimana mungkin...HP Widya tersimpan dalam laci terkunci di kamarnya..."

"...Widya anakku...dia...dia sudah meninggal nak..." suara si ibu bergetar.

"...hari ini tepat empat puluh hari meninggalnya Widya. Ia meninggal setelah tertabrak angkot yang ugal-ugalan di jalan ketika ia menyeberang jalan menuju Rumah Makan untuk membelikan gudeg komplit kesukaanku sore itu..."

Tangis si ibupun semakin membesar.

Usman berdiri mematung. Wajahnya pucat pasi dalam dekapan si ibu yang semakin erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun