Hanya jendela yang besar
Satu hayalan yang bermain di angan
Bukan jendela dengan palang
Seolah yakin akan datangnya ancaman
Sama sekali tidak memberi ketenangan
Mengapa tidak kita bangun jendela besar itu?
Bukankah kita perlu menyambut cahaya
yang belum dibanderol harga?
Untuk apa berharta tetapi terjaga
Waspada...
Palang dan kunci di mana-mana
Nyatanya harta pun nyaris tak ada
Lalu mau berlindung dari apa?
Ataukah ada bisikan nan fana
Yang semakin menggerus ketauhidan kita?
Sadarkah kemanapun sembunyi,
Malang bahkan maut tidak jua terelakkan
Hidup hanya sebentar...
Hiduplah dengan riang
Hiduplah dengan tenang
Hiduplah dengan senang
Kecuali kita telah berinventasi
dalam menanam bibit luka, derita...
Bagi orang lain entah siapa...
Sebuah generasi tercipta
Bersama dengan rasa takut dan was was
yang tanpa sadar meletak batu sandungan
Dalam perjalanannya sendiri
....dan
Terperangkap dalam penjara kata-kata manusia
Lalu lupa makna,
Lupa tujuan,
Lupa bahwa ada pilihan
Terlalu banyak dimensi.
Pertimbangan,
Emosi,
Materi,
Empati,
Dedikasi,
Bakti,
Tapi nyata dan fakta kita tidak SAKTI
Hari ke hari mengulang tanya
Terlalu lama lalu menjadi retorika
Dosakah?
Salahkah?
Benarkah?
Elokkah?
Normalkah?
Tapi nyata dan fakta jawabnya RELATIF
Menua itu pasti
Mati apalagi
Jika dengan menunda berakhir yang sama
Jangan tunggu mati rasa
Karena JENDELA BESAR itu (masih) ada
Jakarta, 24 September 2022Â
Menjelang 25 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H