Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengukur Maslahat Lima Hari Sekolah di Kabupaten Magelang

19 Juli 2024   13:23 Diperbarui: 19 Juli 2024   13:28 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi uji coba lima hari sekolah Disdikbud Kab. Magelang di SDN Pucungrejo I | Foto: Ika Putri Wiriyanti

Kabupaten Magelang akan mengujicoba lima hari sekolah di tahun ajaran 2024/2025 yang berlangsung mulai 22 Juli 2024. Kalau uji coba berhasil, maka kegiatan belajar-mengajar di jenjang pendidikan TK-SMP akan berlangsung dari Senin sampai Jumat saja dari sebelumnya yang sampai Sabtu.

Meski praktis dan efisien dari segi waktu belajar, nyatanya banyak orang tua keberatan anak mereka sekolah hanya lima hari. Salah satu alasannya anak jadi terlalu lama di sekolah dan pulangnya jadi lebih sore.

Sementara itu, salah satu pertimbangan Pemkab dan DPRD mengujicoba lima hari sekolah karena pertimbangan jam kerja guru ASN yang idealnya sama dengan ASN lain yaitu lima hari kerja. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Magelang Syukur Ahadi menukil Perpres Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Syukur Ahadi mengatakan jam kerja lima hari, "Bisa membuat guru lebih fresh menangani anak (peserta didik-pen)."

Saya tidak paham apa yang dimaksud dengan fresh, tapi kalau kita cermati pada Perpres No. 21/2023 memang tidak disebutkan spesifik soal hari kerja guru ASN (PNS dan PPPK). Dalam Pasal 2 hanya disebutkan jam kerja berlaku untuk ASN di instansi pusat dan instansi daerah. 

Sosialisasi uji coba lima hari sekolah Disdikbud Kab. Magelang di SDN Pucungrejo I | Foto: Ika Putri Wiriyanti
Sosialisasi uji coba lima hari sekolah Disdikbud Kab. Magelang di SDN Pucungrejo I | Foto: Ika Putri Wiriyanti
Guru ASN di Kabupaten Magelang bekerja dibawah naungan instansi daerah (dinas pendidikan). Makanya mereka berhak juga dapat lima hari kerja walau jam kerja per harinya juga bertambah dan mereka pulang lebih sore.

Selain itu, lamanya hari dan jam belajar di sekolah juga tidak diatur saklek dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. 

Permendikbudristek ini hanya mengatur target berapa jam pelajaran dalam setahun yang harus dipenuhi untuk tiap mata pelajaran. Selama target untuk setahun terpenuhi, tidak masalah sekolah berlangsung selama enam atau lima hari. 

Lalu dari sisi orang tua, apa yang sebetulnya mereka khawatirkan? 

Lima Hari Sekolah dan Kekhawatiran Orang Tua

Mayoritas orang tua yang terbiasa dengan enam hari sekolah merasa beban mereka bertambah kalau diterapkan lima hari sekolah.

1. Uang saku anak bertambah

Kalau anak biasanya pulang pukul 12.00, pada lima hari sekolah anak jadi pulang pukul 13.00. Itu berarti uang saku mereka harus ditambah untuk makan siang. 

Tidak menambah uang saku sebetulnya bisa saja dengan menyiapkan bekal. Tanya anak bekal apa yang mereka suka untuk dibawa ke sekolah. Kalau merasa repot harus uplek-uplekan di dapur sejak subuh, kita bisa menyiapkan bahan-bahannya dari malam dan paginya tinggal kita masak.

Hal berbeda terjadi pada remaja. Mereka biasanya tidak suka bawa bekal dan lebih suka jajan. Kita bisa menambah uang saku anak dengan mengurangi uang belanja makan siang. Bisa juga tidak usah masak di siang hari, masaknya malam saja saat semua anggota keluarga sudah di rumah.

2. Anak tidak bisa ikut TPA sore hari

Orang tua khawatir anak mereka pulang terlalu sore dan mereka tidak bisa mengaji di masjid/musala selepas asar. Pada uji coba nanti kita bisa lihat kalau lima hari sekolah tidak berarti anak pulang sore karena jam belajar cuma ditambah sejam. Pulang sore dimungkinkan kalau anak ikut ekstrakurikuler atau harus latihan untuk mengikuti lomba mewakili sekolah.

Lagipula porsi pendidikan agama di sekolah negeri sekarang sudah sangat cukup. Mayoritas sekolah negeri mengadakan tadarus Al-Qur'an tiap pagi. Pun rutin mengadakan salat Dhuha. Siswa kelas 1-3 juga sudah diajarkan hapalan salat dan surat-surat pendek.

Jadi kekhawatiran soal kurangnya anak  belajar agama bisa digugurkan. Kalau tetap ingin memasukkan anak ke TPA (Taman Pembacaan Al-Qur'an), orang tua bisa memilih TPA selepas Maghrib atau mendatangkan guru agama privat di akhir pekan. Bisa juga mengajarkan sendiri bacaan salat, membaca Qur'an serta tajwidnya, dan penguatan akhlak yang berbasis agama.

3. Anak pulang terlalu sore dan tidak bisa main

Beberapa orang tua mengkhawatirkan kemampuan sosialisasi anak mereka dengan lingkungan sekitar. Kalau anak terlalu sering di sekolah mereka jadi tidak luwes bergaul dengan orang yang usianya berlainan terutama di lingkungan rumah.

Perlu kita sadari kalau lingkungan sekitar seringkali membawa pengaruh buruk daripada yang positif buat anak. Ini terjadi karena orang-orang dewasa di lingkungan kita tidak peka terhadap tumbuh-kembang anak dan remaja.

Mereka enteng saja mengumpat, berkata kasar, mencerca, bahkan memukul, mabuk alkohol, dan melakukan tindakan tidak terpuji lainnya di depan anak dibawah umur. 

Maka dengan anak lebih lama berada di sekolah, mereka bisa terhindar dari pengaruh buruk lingkungan sekitarnya. Di sekolah anak terikat aturan dan norma yang telah disepakati bersama. Mereka yang terbiasa dengan norma positif akan berperilaku dan berpikir secara positif juga.

4. Anak tidak bisa les dan berkegiatan diluar sekolah

Les piano, menari, olahraga, bela diri, dan lainnya bisa dilakukan di hari Sabtu atau Minggu. Tidak perlu kuatir anak kelelahan selama bukan kita yang memaksa mereka ikut les di akhir pekan. Anak tidak akan merasa lelah kalau melakukan hal yang mereka suka. Atur saja supaya mereka cukup istirahat.

Dengan bertambahnya jam belajar di sekolah dan ikut ekstrakurikuler, kita harap anak dan remaja sudah terlalu lelah untuk memikirkan hal-hal negatif seperti mencoba ikut geng motor, mencoba narkotika, atau mencoba tawuran.

5. Sudah tidak ada angkutan umum di sore hari

Kalau anak kelamaan di sekolah sudah tidak ada angkutan umum yang bisa ditumpangi untuk mereka pulang ke rumah. Nyatanya jumlah angkutan umum sudah jauh berkurang sejak lima tahun terakhir. Angkot hampir tidak ada, engkel (bus mini) juga cuma kelihatan 1-2 unit setiap harinya.

Anak-anak yang tidak diantar-jemput orang tuanya biasanya mengandalkan ojek, baik itu ojek pangkalan, ojek langganan, atau ojek online. Anak kelas 9 bahkan sudah membawa motor sendiri ke sekolah.

Jadi kekhawatiran soal anak tidak dapat angkutan umum kalau pulangnya sore sungguh mengada-ada. Selain pulangnya tidak sampai sore, angkutan umum juga sudah lama menghilang dari bumi Magelang.

6. Tidak bisa membantu orang tua

Anak TK-SMP di lima hari sekolah pulangnya cuma lebih lama satu jam, jadi mereka masih bisa membantu mencuci baju, membersihkan rumah, menyapu halaman, atau memasak. 

Pun mereka masih bisa membantu orang tua mengambil kayu bakar di kebun atau berjualan di warung, kedai, dan toko. Namun, kalau membantu di sawah sulit dipercaya. Mayoritas petani dan pekerja sawah di Kabupaten Magelang sudah mbah-mbah yang tidak lagi punya anak usia sekolah. Kalaupun ada anak petani, anak-anak ini juga tidak pernah turun kerja di sawah. 

Wacana Lima Hari Sekolah 2017

Ide lima hari sekolah awalnya diluncurkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy pada 2017. Muhadjir menyebutnya dengan full-day school berkaitan dengan jam kerja guru selama delapan jam per hari. Kebijakan ini akhirnya ditunda di sekolah negeri karena banyak yang kontra terkait kesiapan guru dan sarana-prasarana sekolah.

Mungkin karena disebut dengan full-day school, masyarakat mengira jam belajar akan berlangsung dari pukul 07.00 sampai petang (pukul 16.00 atau 17.00). Kalau begitu jelas banyak yang keberatan karena sama dengan jam kerja orang kantoran.

Tidak adanya penjelasan dan sosialisasi selain kata "full-day school" membuat orang tua keberatan karena khawatir anak tidak dapat angkutan umum kalau pulangnya terlalu sore. Pun khawatir anak tidak bisa membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga, berladang, atau berjualan.

Soal jam kerja guru yang diutarakan Muhadjir pada 2017 sama seperti sekarang. Bedanya dulu Pemprov yang berkeinginan menyelaraskan jam kerja guru ASN dengan ASN lain, sekarang Pemkab. Kekhawatiran orang tua pada waktu itu juga sama seperti sekarang. Bedanya penerapan lima-hari sekolah saat ini terasa makin masuk akal untuk melindungi anak dari efek negatif pergaulan dan medsos, memberi lebih banyak waktu istirahat di akhir pekan, dan efisiensi waktu belajar-mengajar.

Beban Kerja Guru

Dari sisi pribadi saya mendukung guru ASN bekerja lima hari saja, sebab di akhir pekan mereka bisa menghabiskan waktu bersama keluarga. Apalagi jam belajar di lima hari sekolah hanya bertambah satu jam saja, jam kerja guru ASN pun kemungkinan hanya tambah satu jam juga yang tadinya sampai pukul 15.00 mundur jadi pukul 16.00.

Namun, saya belum paham bagaimana beban kerja guru di Kurikulum Merdeka, yang pasti di kurikulum sebelumnya saya tahu kalau selain harus mengajar di kelas, guru juga dibebani urusan administasi. Satu yang saya tahu sebelum mengajar guru harus menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

RPP ini sebetulnya bagus karena jadi pegangan dan pedoman guru dalam menyelesaikan kompetens dasar dan kompetensi inti. Namun, terlalu sering membuat RPP membuat guru jadi multitasking dan fokusnya terpecah-pecah. Di satu sisi mereka harus mengajar dan memperhatikan kebutuhan peserta didik di kelas. Di sisi lain harus menyelesaikan berbagai laporan seperti pegawai kantoran.

Laman Very Well Mind dan Healthline membuktikan multitasking tidak baik untuk produktivitas otak karena mempengaruhi kemampuan kognitif.

Sungguh amat baik kalau kebijakan lima hari sekolah juga dibarengi dengan pengurangan beban administratif guru. Biarkan mereka bereksplorasi dan berinovasi dalam mengajar alih-alih menghabiskan waktu di depan layar. Apalagi nama kurikulumnya Merdeka. Merdeka belajar juga merdeka mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun