Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengukur Maslahat Lima Hari Sekolah di Kabupaten Magelang

19 Juli 2024   13:23 Diperbarui: 19 Juli 2024   13:28 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi uji coba lima hari sekolah Disdikbud Kab. Magelang di SDN Pucungrejo I | Foto: Ika Putri Wiriyanti

Ide lima hari sekolah awalnya diluncurkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy pada 2017. Muhadjir menyebutnya dengan full-day school berkaitan dengan jam kerja guru selama delapan jam per hari. Kebijakan ini akhirnya ditunda di sekolah negeri karena banyak yang kontra terkait kesiapan guru dan sarana-prasarana sekolah.

Mungkin karena disebut dengan full-day school, masyarakat mengira jam belajar akan berlangsung dari pukul 07.00 sampai petang (pukul 16.00 atau 17.00). Kalau begitu jelas banyak yang keberatan karena sama dengan jam kerja orang kantoran.

Tidak adanya penjelasan dan sosialisasi selain kata "full-day school" membuat orang tua keberatan karena khawatir anak tidak dapat angkutan umum kalau pulangnya terlalu sore. Pun khawatir anak tidak bisa membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga, berladang, atau berjualan.

Soal jam kerja guru yang diutarakan Muhadjir pada 2017 sama seperti sekarang. Bedanya dulu Pemprov yang berkeinginan menyelaraskan jam kerja guru ASN dengan ASN lain, sekarang Pemkab. Kekhawatiran orang tua pada waktu itu juga sama seperti sekarang. Bedanya penerapan lima-hari sekolah saat ini terasa makin masuk akal untuk melindungi anak dari efek negatif pergaulan dan medsos, memberi lebih banyak waktu istirahat di akhir pekan, dan efisiensi waktu belajar-mengajar.

Beban Kerja Guru

Dari sisi pribadi saya mendukung guru ASN bekerja lima hari saja, sebab di akhir pekan mereka bisa menghabiskan waktu bersama keluarga. Apalagi jam belajar di lima hari sekolah hanya bertambah satu jam saja, jam kerja guru ASN pun kemungkinan hanya tambah satu jam juga yang tadinya sampai pukul 15.00 mundur jadi pukul 16.00.

Namun, saya belum paham bagaimana beban kerja guru di Kurikulum Merdeka, yang pasti di kurikulum sebelumnya saya tahu kalau selain harus mengajar di kelas, guru juga dibebani urusan administasi. Satu yang saya tahu sebelum mengajar guru harus menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

RPP ini sebetulnya bagus karena jadi pegangan dan pedoman guru dalam menyelesaikan kompetens dasar dan kompetensi inti. Namun, terlalu sering membuat RPP membuat guru jadi multitasking dan fokusnya terpecah-pecah. Di satu sisi mereka harus mengajar dan memperhatikan kebutuhan peserta didik di kelas. Di sisi lain harus menyelesaikan berbagai laporan seperti pegawai kantoran.

Laman Very Well Mind dan Healthline membuktikan multitasking tidak baik untuk produktivitas otak karena mempengaruhi kemampuan kognitif.

Sungguh amat baik kalau kebijakan lima hari sekolah juga dibarengi dengan pengurangan beban administratif guru. Biarkan mereka bereksplorasi dan berinovasi dalam mengajar alih-alih menghabiskan waktu di depan layar. Apalagi nama kurikulumnya Merdeka. Merdeka belajar juga merdeka mengajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun