Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ironi Sekolah Negeri dan Tuntutan Prestasi Maksimal Modal Minimal

6 Februari 2024   12:52 Diperbarui: 7 Mei 2024   10:44 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murid sekolah sedang belajar | Gambar diolah pribadi menggunakan AI dari Desygner

Sebagai contoh, di Kecamatan Muntilan tempat kami tinggal ada satu SMP negeri yang dikenal sebagai sekolahnya anak-anak pandai. Dari situ kemudian berkembang persepsi kalau sekolah tersebut mahal. Mahal yang dikatakan orang-orang ternyata "cuma" Rp600.000 per tahun yang digalang Komite Sekolah dari orangtua murid. 

Sayang sekali banyak orangtua tidak memahami apa yang disampaikan pada mereka saat pertemuan sehingga tidak tahu kalau biaya yang dibutuhkan sekolah linier dengan prestasi yang ditoreh.

Pengharapan Tinggi Orangtua

Sekolah-sekolah negeri unggulan tidak pernah memasang spanduk yang menyatakan sekolah mereka gratis. Kampanye sekolah gratis biasanya diterapkan di sekolah pedesaan yang tidak punya banyak ekstrakurikuler dan jarang berpartisipasi di lomba berjenjang. Pun sekolah yang benar-benar gratis adalah sekolah vokasi yaitu SMK.

SMK dapat bantuan operasional lebih besar dari Kemdikbud dan industri karena mereka ingin menghasilkan lulusan yang siap kerja.

Kalau kita mau sebentar saja membaca sendiri soal dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) di situs ditpsd.kemdikbud.go.id, kita bisa tahu kegiatan apa saja di sekolah yang cukup dibiayai dari BOS dan yang tidak.

Jadi kalau Komite Sekolah mengadakan pertemuan yang isinya pemaparan visi-misi dan rencana kegiatan sekolah di tahun ajaran baru oleh kepala sekolah, kita tidak bisa mengeluh, "Sekolah, kok, duit terus, katanya sekolah negeri gratis."

Belajar-mengajarnya memang gratis, tapi kegiatannya yang mbayar sebab sekolah negeri punya beban moril dan materil untuk tetap jadi unggul. Itulah yang diharapkan orangtua saat memasukkan anak mereka ke sekolah unggulan.

Keunggulan itu yang harus kita sadari faktanya tidak akan bisa dibiayai hanya oleh dana BOS. Walaupun ada BOS Kinerja, pemerintah masih menyamakan dana BOS untuk semua sekolah, sementara kebutuhan tiap sekolah berbeda.

BOS Kinerja sendiri ada tiga macam dan salah satunya berupa BOS Kinerja Sekolah Berprestasi. BOS Kinerja Sekolah Berprestasi diberikan kalau sekolah sudah punya prestasi lebih dulu. Jadi sekolah perlu modal diawal untuk membangun prestasi tersebut.

Sebagai contoh di SD anak kami punya 12 ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler yang paling diminati adalah pencak silat, seni rupa, seni tari, dan futsal. Belakangan futsal tidak aktif karena tidak ada biaya untuk honor pelatih dan sewa lapangan. Futsal hanya aktif kalau akan ada lomba saja seperti POPDA (Pekan Olahraga Daerah) atau perlombaan yang diadakan swasta.

Dua belas ekstrakurikuler itu bergantian jadi pendongkrak prestasi nonakademik sehingga SD anak kami jadi sekolah yang disegani-bahkan oleh sekolah swasta mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun