Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paradoks Sekolah Gratis di Sekolah Negeri Berprestasi

28 Juli 2023   15:47 Diperbarui: 29 Juli 2023   03:02 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bantuan dana biaya operasional sekolah (BOS) yang diberikan oleh Kemendikbudristek dinilai mampu membantu proses pembelajaran di beberapa sekolah di seluruh pelosok Indonesia. (Dok. Humas Kemendikbudristek)

Sekolah negeri seperti apa yang betul-betul gratis? Kenapa masih ada sekolah negeri yang menggalang dana dari orang tua peserta didik?

Fakta mengungkap bahwa makin banyak fasilitas dan prestasi di sekolah tersebut, makin sekolahnya susah gratis.

Standar Nasional Pendidikan

Laman kemdikbud.go.id telah memuat delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang harus ada di sekolah negeri dan swasta. SNP itu diatur dalam PP Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan paling krusial adalah Standar Sarana dan Prasarana. 

Sarana pendidikan yang wajib dimiliki meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku atau sumber belajar lainnya, perlengkapan habis pakai, dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. 

Prasarana pendidikan yang wajib dimiliki meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang TU, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, kantin, tempat olahraga, tempat ibadah, dan ruangan lain yang diperlukan untuk kelancaran proses pembelajaran.

Hampir semua sekolah swasta mungkin bisa memenuhi standar ini karena bisa memungut biaya dari orang tua atas nama pembangunan gedung. Namun di sekolah negeri, bila dana BOS tidak cukup, lantas darimana mereka dapat uang untuk memenuhi standar sarana dan prasarana tersebut?

Dana BOS dan BOS Daerah

Pertama, dana didapat dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diberikan negara kepada SD sejak tahun 2021 besarnya rata-rata Rp900.000 per anak per tahun. Besaran dana BOS untuk SMP, SMA, dan SLB lebih besar daripada SD.

Petunjuk teknis pengelolaan BOS tertuang dalam Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022 yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia di laman kemdikbudristek.

Kedua, sekolah yang melaksanakan Program Sekolah Penggerak, yang punya prestasi, dan yang memiliki kemajuan terbaik akan dapat tambahan dana yang disebut dengan Dana BOS Kinerja. Selain itu sekolah akan dapat dana bantuan lagi yang namanya BOS Daerah. 

Foto: Zaman Mania Aceh
Foto: Zaman Mania Aceh

Di sekolah anak-anak saya, BOS Daerah diberikan oleh Pemkab Magelang dengan besaran Rp11.000 per anak per tahun. Dana itu tahun ini digunakan untuk renovasi ringan seperti mengecat kantin dan pembersihan musala. 

Kalau melihat "banyaknya" dana yang diberikan pemerintah ke satu sekolah negeri, kita akan berasumsi, "Sudah dapat dana BOS, kok, masih gak cukup? Buat apa saja duitnya?"

Sekolah tidak akan kekurangan uang untuk membiayai operasional dan kegiatannya kalau di sekolah itu minim kegiatan yang membuatnya tidak pernah menjuarai perlombaan apa pun. Jadi para siswa selesai belajar, ya, pulang, sebab tidak ada ekstrakurikuler atau persiapan lomba yang bisa diikutinya.

Prestasi Sekolah

Jadi pembiayaan sekolah erat kaitannya dengan prestasi. Sekolah yang tidak punya ekstrakurikuler tidak butuh dana besar karena tidak perlu membayar pelatih dan membeli peralatan yang dibutuhkan. Kalaupun ada ekskul, maksimal hanya Pramuka, Seni Tari, Tilawah, dan ekskul lain yang masih bisa diampu para guru.

Bila ekstrakurikuler yang ada di suatu sekolah hanya tiga, sudah pasti dana BOS cukup untuk membiayainya. Namun di sekolah-terutama eks unggulan-yang punya 10 ekskul tentu sulit bila menghilangkan ekstrakurikuler yang sudah berjalan hanya karena kekurangan biaya. Sebab dari ekstrakurikuler itulah nama sekolah terdongkrak bila berhasil menjuarai kompetisi tertentu.

Sebelum kompetisi dimulai, mereka perlu dana untuk transportasi ke tempat lomba, uang makan guru pendamping tiap latihan, membayar pelatih yang kompeten (bila perlu), membeli peralatan dan perlengkapan, serta menyediakan seragam bagi lomba beregu.

Kalau menang lomba, tiap prestasi yang diraih dari ekstrakurikuler juga jadi daya tarik supaya orang tua mau menyekolahkan anaknya disitu alih-alih di sekolah swasta.

Makin banyak peserta didik yang mendaftar di satu sekolah negeri, makin besar juga kemungkinan sekolah itu meraih prestasi dari kemampuan peserta didiknya. Kemudian sekolah pun akan dikenal sebagai gudang para siswa prestasi.

Kemudian ada ANBK (Asesment Nasional Berbasis Komputer) yang bila sekolah mau melaksanakannya secara mandiri, mereka butuh 15 unit komputer/laptop beserta akses internet yang mumpuni. Pengadaan komputer dan akses internet itu butuh biaya tidak sedikit, kan?

Disinilah peran komite sekolah. Komite boleh melakukan penggalangan dana seperti yang diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah.

Hasil penggalangan dana komite sekolah boleh digunakan untuk menutup kekurangan biaya pendidikan dan pengembangan sarana-prasarana. Dana yang digalang komite juga boleh dipakai untuk pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan.

Jadi bila ada penggalangan dana untuk memenuhi kebutuhan sekolah-termasuk membiayai ekstrakurikuler, itu dilakukan komite sekolah, bukan sekolahnya apalagi guru dan kepala sekolah yang minta sumbangan.

Sekolah Gratis dan Angka Putus Sekolah

Melihat fakta diatas kita sudah tahu sekolah negeri yang bagaimana yang bisa gratis dan mana yang komitenya aktif menggalang dana.

Sekolah gratis bisa jadi solusi menekan angka putus sekolah karena sekolah sudah menyediakan buku-buku teks untuk siswa belajar. Ada juga sekolah yang memberi sepasang seragam gratis kepada peserta didik baru. Bila komite sekolah melakukan penggalangan dana, mereka tidak boleh memaksa yang tidak mampu (dan tidak mau) untuk ikut menyumbang.

Anak dan remaja putus sekolah bisa melanjutkan ke sekolah negeri kalau usia mereka masih memungkinkan. Kalau sudah kelewat umur, mereka bisa melanjutkannya ke Kejar (kelompok belajar) Paket A, B, atau C yang juga dibiayai negara lewat BOP Kesetaraan atau Bantuan Operasional Penyelenggarakan Kesetaraan.

Dengan demikian kita bisa membedakan mana sekolah negeri yang bisa 100 persen gratis dan mana yang tidak. Kalau kita mau memasukkan anak ke sekolah gratis, pilihlah sekolah yang tidak punya banyak kegiatan dan tidak banyak fasilitasnya. Sebab, makin banyak fasilitas dan prestasi di sekolah tersebut, makin sekolahnya susah gratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun