Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis Memoar, Healing Gaya Baru Mahasiswa dan Profesional

14 November 2022   13:11 Diperbarui: 27 Desember 2022   00:11 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari Pixabay & Canva

Memoar berisi sebagian kecil dari seluruh kisah hidup seseorang yang ditulis dalam bentuk buku.

Bila biografi menulis urutan hidup seseorang dari kecil sampai berhasil, maka memoar hanya mengisahkan satu atau dua bagian yang dianggap paling penting saja dari kehidupan seseorang. 

Misal, seorang guru penerima penghargaan dari presiden ingin kisahnya jadi penyemangat dan inspirasi bagi para guru muda. Maka dia membuat memoar yang ceritanya berawal sejak dia jadi guru sampai sesaat setelah menerima penghargaan tersebut, lengkap dengan suka-dukanya.

Penulis Memoar

Sampai satu dekade lalu, memoar hanya ditulis oleh selebriti, atlet berprestasi, pejabat, tokoh masyarakat, dan orang terkenal lainnya karena berkaitan dengan daya jual yang diinginkan penerbit. 

Alasannya karena penerbit (mayor) yang memodali semuanya dari penyuntingan, tata letak, pencetakan, sampai ke promosi dan distribusi, maka sangat wajar kalau mereka ingin bukunya laku dengan menerbitkan memoar dari orang yang sudah dikenal masyarakat.

Namun sekarang menulis memoar bisa dilakukan siapa saja, bahkan ibu rumah tangga, pelajar dan petani sekali pun. Ini sangat dimungkinkan karena sudah banyak penerbit indie (independen) yang menerima segala jenis naskah. Bahkan kita juga bisa menerbitkan sebuah memoar sendiri dengan cara self-publishing.

Di penerbit indie dan self-publishing kita tidak terikat dengan syarat dan ketentuan ketat sebagaimana kalau mengirim naskah ke penerbit mayor.

Penerbit mayor adalah penerbit yang punya modal besar, tim kerja profesional, dan sudah punya jaringan distribusi sampai ke toko-toko buku kecil di seluruh Indonesia.

Kosakata dan kaidah bahasa yang kita pakai pun sesuai selera. Tidak bakalan ada penyunting yang mengobrak-abrik naskah, kecuali kita mau membayar jasa untuk penyuntingan. Kalau tidak mau, tidak apa-apa. Pakai bahasa apa adanya saja boleh, apalagi kalau tujuan utamanya bukan komersial.

Salah satu penerbit yang mengkhususkan diri menerbitkan memoar adalah Diomedia. Kebanyakan penulisnya adalah mahasiswa, selain pekerja kantoran. Diomedia bilang mereka mengakomodir keinginan mahasiswa untuk mengeluarkan isi hati, pikiran, dan sudut pandangnya ke dalam sebuah buku supaya bisa dikenang.

Healing Gaya Baru

Mahasiswa dan pekerja kantoran menganggap menulis memoar sama dengan healing yang melepaskan dopamin, hormon yang mengatur suasana hati sehingga seseorang akan lebih senang dan bahagia.

Itu benar. Saya sering dapat pertanyaan dari banyak orang yang ingin membuat buku, tapi bukan berupa fiksi atau nonfiksi. Mereka ingin menulis hal paling berkesan yang pernah dialami dalam hidup.

Pun ingin menyampaikan pesan yang inspiratif, mengomentari suatu peristiwa dari sudut pandangnya, dan sekaligus curhat. Namun, mereka tidak mau terkesan seperti menulis buku harian. Maka saya menyarankan mereka menulis memoar. 

Supaya aura memoarnya lebih terasa, saya sarankan mereka langsung menulis sendiri tanpa dipusingkan oleh pemilihan kosakata dan kaidah sesuai EYD V dan KBBI. Paling penting tulis saja dulu, enggak perlu kebanyakan mikir.

Kemudian, bagi mereka yang sibuk dan tidak sempat menulis, tapi begitu menggebu ingin menerbitkan memoar, cukup saya beri segunung pertanyaan untuk mereka jawab supaya saya lebih mudah menulis dari sudut pandang mereka. Hal seperti ini dinamakan ghostwriting alias menulis (bayangan) untuk orang lain.

Mereka ini bekerja sebagai karyawan swasta, ASN, dan guru. Guru ASN butuh membuat karya tulis (artikel dan buku), selain untuk healing juga sebagai syarat kenaikan pangkat. 

Apa Bedanya Memoar dengan Buku Harian?

Memoar seutuhnya ditulis berdasarkan sudut pandang si penulis atas peristiwa hidupnya atau kejadian yang dialami orang lain yang bersentuhan dengannya.

Bedanya memoar dengan buku harian, yaitu buku harian berisi hal paling pribadi dan sangat detail tentang perasaan si penulis terhadap diri sendiri dan tentang orang lain. Maka si penulis perlu menjaga jangan sampai buku harian mereka terbaca oleh orang lain.

Sedangkan memoar ditulis untuk dibaca dan dikenang orang lain supaya orang lain tahu pencapaian yang diraih si penulis dan kadang ditujukan untuk menginspirasi dan memberi pengalaman pada orang lain.

Kisah Cinta dan Lika-liku Kerja

Memoar yang ditulis mahasiswa lebih banyak berisi tentang kisah cinta manis, yang berakhir gagal, mengenaskan, dan bertepuk sebelah tangan. Sekilas nampak sepele buat kita, tapi mahasiswa yang menulis memoar seperti itu merasa kisah cintanya patut diabadikan.

Alasannya supaya orang lain bisa mengambil hikmah dan tidak mengalami kejadian serupa, atau untuk diceritakan kepada anak-cucu, dan yang paling utama adalah: sebagai pelampiasan hati dan pemuasan batin.

Sementara itu para pekerja kantoran biasanya menulis memoar tentang usaha keras mereka meraih pekerjaan sampai menduduki karir impian. Ada juga yang menulis tentang pengalaman kena intrik di kantor sampai tentang rekan kerja dan atasan yang sulit bekerja sama.

Apakah buku seperti itu laku dijual dan ada yang baca? Para penulisnya menerbikan secara self-publishing atau melalui penerbit indie, jadi mereka tidak terlalu memikirkan komersialitas bukunya. 

Buku mereka kebanyakan dibeli orang-orang terdekat atau dijadikan hadiah karena yang utama bukan soal laku tidaknya memoar itu, melainkan kebahagiaan yang didapat dari menulis dan menerbitkan buku.

Cara Memulai Memoar

Kalau Anda pengin juga membuat memoar sebagai sarana healing, ini yang perlu dicermati.

1. Tentukan kisah hidup mana yang mau kita angkat dan fokuskan untuk ditulis. Tidak perlu menulis kisah masa kecil, remaja, sampai dewasa karena kita akan menulis memoar, bukan otobiografi.

Cukup satu atau dua bagian yang paling penting atau berkesan dalam hidup kita. Lebih bagus lagi kalau yang berkaitan dengan suatu peristiwa bersejarah di mana kita terlibat atau mengalami imbasnya.

2. Siapkan dana minimal Rp500.000. Kalau kita bukan orang terkenal maka pilihan menerbitkan memoar adalah dengan self-publishing atau lewat penerbit indie.

Uang sebesar itu akan kita gunakan untuk mengganti biaya penyuntingan, tata letak, dan percetakan. Kalau tidak mau keluar uang sepeser pun maka self-publishing pilihannya, tapi kita harus mendesain sampul, melakukan penyuntingan, menyusun tata letak, menjual, dan melakukan semuanya sendiri.

Ada juga penerbit indie yang mengutip biaya seikhlasnya untuk penerbitan buku, bahkan sudah termasuk ISBN, seperti Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan.

3. Pelajari kaidah penulisan dari EYD V dan KBBI supaya enak dibaca dan menunjukkan kalau kita sungguh-sungguh membuat memoar, bukan sekadar buang uang.

4. Mulai menulis. Ide, banyak. Kaidah berbahasa, sudah paham, tapi tidak juga mulai menulis, lalu kapan bisa membuat memoar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun