Mahasiswa dan pekerja kantoran menganggap menulis memoar sama dengan healing yang melepaskan dopamin, hormon yang mengatur suasana hati sehingga seseorang akan lebih senang dan bahagia.
Itu benar. Saya sering dapat pertanyaan dari banyak orang yang ingin membuat buku, tapi bukan berupa fiksi atau nonfiksi. Mereka ingin menulis hal paling berkesan yang pernah dialami dalam hidup.
Pun ingin menyampaikan pesan yang inspiratif, mengomentari suatu peristiwa dari sudut pandangnya, dan sekaligus curhat. Namun, mereka tidak mau terkesan seperti menulis buku harian. Maka saya menyarankan mereka menulis memoar.Â
Supaya aura memoarnya lebih terasa, saya sarankan mereka langsung menulis sendiri tanpa dipusingkan oleh pemilihan kosakata dan kaidah sesuai EYD V dan KBBI. Paling penting tulis saja dulu, enggak perlu kebanyakan mikir.
Kemudian, bagi mereka yang sibuk dan tidak sempat menulis, tapi begitu menggebu ingin menerbitkan memoar, cukup saya beri segunung pertanyaan untuk mereka jawab supaya saya lebih mudah menulis dari sudut pandang mereka. Hal seperti ini dinamakan ghostwriting alias menulis (bayangan) untuk orang lain.
Mereka ini bekerja sebagai karyawan swasta, ASN, dan guru. Guru ASN butuh membuat karya tulis (artikel dan buku), selain untuk healing juga sebagai syarat kenaikan pangkat.Â
Apa Bedanya Memoar dengan Buku Harian?
Memoar seutuhnya ditulis berdasarkan sudut pandang si penulis atas peristiwa hidupnya atau kejadian yang dialami orang lain yang bersentuhan dengannya.
Bedanya memoar dengan buku harian, yaitu buku harian berisi hal paling pribadi dan sangat detail tentang perasaan si penulis terhadap diri sendiri dan tentang orang lain. Maka si penulis perlu menjaga jangan sampai buku harian mereka terbaca oleh orang lain.
Sedangkan memoar ditulis untuk dibaca dan dikenang orang lain supaya orang lain tahu pencapaian yang diraih si penulis dan kadang ditujukan untuk menginspirasi dan memberi pengalaman pada orang lain.
Kisah Cinta dan Lika-liku Kerja
Memoar yang ditulis mahasiswa lebih banyak berisi tentang kisah cinta manis, yang berakhir gagal, mengenaskan, dan bertepuk sebelah tangan. Sekilas nampak sepele buat kita, tapi mahasiswa yang menulis memoar seperti itu merasa kisah cintanya patut diabadikan.
Alasannya supaya orang lain bisa mengambil hikmah dan tidak mengalami kejadian serupa, atau untuk diceritakan kepada anak-cucu, dan yang paling utama adalah: sebagai pelampiasan hati dan pemuasan batin.