Sementara itu para pekerja kantoran biasanya menulis memoar tentang usaha keras mereka meraih pekerjaan sampai menduduki karir impian. Ada juga yang menulis tentang pengalaman kena intrik di kantor sampai tentang rekan kerja dan atasan yang sulit bekerja sama.
Apakah buku seperti itu laku dijual dan ada yang baca? Para penulisnya menerbikan secara self-publishing atau melalui penerbit indie, jadi mereka tidak terlalu memikirkan komersialitas bukunya.Â
Buku mereka kebanyakan dibeli orang-orang terdekat atau dijadikan hadiah karena yang utama bukan soal laku tidaknya memoar itu, melainkan kebahagiaan yang didapat dari menulis dan menerbitkan buku.
Cara Memulai Memoar
Kalau Anda pengin juga membuat memoar sebagai sarana healing, ini yang perlu dicermati.
1. Tentukan kisah hidup mana yang mau kita angkat dan fokuskan untuk ditulis. Tidak perlu menulis kisah masa kecil, remaja, sampai dewasa karena kita akan menulis memoar, bukan otobiografi.
Cukup satu atau dua bagian yang paling penting atau berkesan dalam hidup kita. Lebih bagus lagi kalau yang berkaitan dengan suatu peristiwa bersejarah di mana kita terlibat atau mengalami imbasnya.
2. Siapkan dana minimal Rp500.000. Kalau kita bukan orang terkenal maka pilihan menerbitkan memoar adalah dengan self-publishing atau lewat penerbit indie.
Uang sebesar itu akan kita gunakan untuk mengganti biaya penyuntingan, tata letak, dan percetakan. Kalau tidak mau keluar uang sepeser pun maka self-publishing pilihannya, tapi kita harus mendesain sampul, melakukan penyuntingan, menyusun tata letak, menjual, dan melakukan semuanya sendiri.
Ada juga penerbit indie yang mengutip biaya seikhlasnya untuk penerbitan buku, bahkan sudah termasuk ISBN, seperti Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan.
3. Pelajari kaidah penulisan dari EYD V dan KBBI supaya enak dibaca dan menunjukkan kalau kita sungguh-sungguh membuat memoar, bukan sekadar buang uang.
4. Mulai menulis. Ide, banyak. Kaidah berbahasa, sudah paham, tapi tidak juga mulai menulis, lalu kapan bisa membuat memoar?