Mungkin faktor uang sewa dan transportasi juga jadi pertimbangan untuk tidak menyajikan rasa makanan yang enak. Makanan enak butuh bumbu lebih, yang kalau dibeli banyak-banyak bisa mengurangi margin laba.
Andai benar demikian, lantas apa yang diunggulkan kalau kita punya usaha rumah makan, tapi rasa makanannya tidak enak?
Lokasi rumah makan yang "cuma" Â terletak di rest area, stasiun, atau bandara, sebenarnya tidak bisa jadi alasan menyajikan makanan yang tidak enak, karena pengunjung yang datang semuanya bayar.Â
Itu artinya pengunjung yang makan berhak dapat kelezatan sesuai yang mereka bayar. Harga makanan dan minuman di tempat-tempat itu juga tidak murah.
Ciri Khas Rumah Makan UMKM di Tol, Stasiun, dan Bandar Udara
1. Cita rasa makanan sekadarnya. Topping dan garnish masakan juga sering tidak lengkap, terutama pada makanan berkuah seperti soto.
2. Lebih banyak menyediakan minuman saset daripada racikan sendiri. Apapun minumannya, kecuali jus, semua dibuat dari seduhan saset.
Jarang ada rumah makan UMKM di tol, stasiun, dan bandara yang menyediakan wedang jahe, misalnya, atau kopi dari racikan sendiri. Mungkin untuk menghemat biaya dan kepraktisan penyajian.
3. Pelayanan tidak ramah. Akan kita temui lebih banyak pelayan yang tidak senyum daripada yang ramah. Kadang juga mereka jutek dan melayani kita seperti terpaksa.Â
Mungkin mereka lelah. Tapi, tidak ada pekerjaan yang tidak bikin lelah, bukan? Bahkan menulis di Kompasiana sekadar mengisi waktu pun lelah karena harus blogwalking kalau mau dapat banyak views.
4. Daftar harga sering ditutup. Mengetahui harga makanan dan minuman adalah hak pengunjung sebagai konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 4 dan Pasal 10Â UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Daftar harga yang ditutup mungkin karena telah terjadi perubahan harga, tapi pemilik terlalu sibuk untuk mencantumkan harga yang baru, jadi dibiarkan kosong saja.