Anda pasti langsung menjawab, "Jelas aje, fans K-Pop itu garis keras. Apa aja yang dirilis artisnya pasti mereka beli."
Yap, tidak salah, tapi bukan gara-gara munculnya BTS, EXO, dan Blackpink toko-toko kaset jadi gulung tikar dan musisi Indonesia tiada pilihan selain merilis album dalam bentuk digital.
Selain karena zaman yang berubah, perilaku fans dan musikus Indonesia (juga di seluruh dunia) turut andil membuat album fisik tidak lagi laku di pasaran.
Berbanding terbalik dengan album fisik penyanyi Korea yang selalu laris bak kacang goreng, berapapun harga jualnya.
Kenapa, ya, penggemar lagu-lagu Indonesia (dan lagu di belahan dunia lain) tidak se-hardcore penggemar lagu Korea?
Artis K-Pop (manajemennya, tentu) amat piawai mengelola hubungan dengan para fans.
Tidak aneh bila mereka begitu karena musik pop Korea adalah bagian dari ekspor budaya yang disiapkan pemerintah Korsel selama 20 tahun sebelum debut Korean Wave dimulai.
Itu sebab penggemar tidak pernah berpikir dua kali, apalagi merasa rugi, keluar ratusan ribu untuk membeli CD album karena merasa kedekatan dengan idolanya tidak bisa digantikan dengan apapun.
1. Pernak-pernik album fisik
Album fisik artis K-Pop selalu menyertakan printilan yang bisa dikoleksi, seperti photocard, postcard, minibook, photobook, dan poster.
Bandingkan dengan album penyanyi Indonesia yang isinya cuma CD dan sampul doang. Kalau beruntung bisa dapat liriknya.Â
Kalau liriknya tidak disertakan, cukup nikmati sampul yang belakangnya berisi kertas ucapan terima kasih si penyanyi kepada produser, mama-papa, teman-teman, dan tetangga yang selalu mendukung sampai album itu tercipta.
Penyanyi Indonesia yang mengikuti album fisik ala K-Pop mungkin cuma JKT48. Album fisik idol group ini masih banyak dibeli penggemarnya karena menyertakan 1-2 photopack dan poster personilnya.
2. Bocoran single atau album baru
Manajemen artis Korea selalu membuat video teaser, kisi-kisi, atau petunjuk yang menyuratkan bahwa si A, B, atau C beberapa waktu mendatang bakal mengeluarkan lagu baru.
Dengan begitu antusiasme fans bangkit dan mereka bisa siap-siap untuk beli album atau single baru itu dengan menabung atau merancang kata-kata untuk minta duit ke orang tua.
Penyanyi Indonesia jarang membuat teaser. Mereka lebih senang langsung meluncurkan single atau album di hari H dengan mengundang wartawan.
3. Penyanyi nyambi jadi pemain film dan sinetron
Di Korea jarang (ada, tapi takbanyak) penyanyi nyambi main film dan drakor. Mereka total di musik dan rutin menghasilkan karya baru.
Di Indonesia lumrah penyanyi nyambi main sinetron, film, jadi influencer, tim sukses calon presiden, bahkan komisaris.
Ada kalanya aktivitas di luar musik itu membuat waktu si musisi/penyanyi untuk membuat lagu baru jadi berkurang. Akibatnya penggemar jadi lama menunggu dan makin lama merasa idola mereka hilang dan tidak lagi ada kedekatan.
Karena tidak ada lagi rasa dekat dengan si penyanyi, maka penggemar tidak akan bela-belain beli album fisik. Download saja dari YouTube atau dengar dari Joox dan Spotify.
4. Target pasar
Faktor kedekatan penyanyi K-Pop dengan idolanya makin lekat karena, menurut koreatimes.co.kr, mayoritas penggemar ini berusia di bawah 18 tahun.
Pada masa ini mereka lebih mengikuti apa yang disukai teman sepergaulannya daripada orang tua dan keluarganya, karena merasa sudah gede.Â
Mereka ingin punya dunia sendiri selain dunia anak-anak dan dunia dewasa. K-Pop adalah dunia mereka.
Dengan membeli album fisik yang ada pernak-pernik bergambar idola, para remaja ini merasa dunianya makin menyenangkan selain belajar, les, ikut ekskul, dan membantu orang tua di rumah.
5. Mau yang serba gratis
Sama seperti film bajakan, musik bajakan juga marak karena ada demand (permintaan) yang tinggi.
Tahu sendirilah ya dengan ungkapan, "Kalau bisa dapat gratis kenapa harus bayar?". Ini yang bikin album fisik tidak laku karena yang gratisan pun mudah didapat.
Dulu berbagi musik bajakan dilakukan dengan saling berbagi antarkomputer dan antarponsel. Sekarang tambah gampang bisa download dari internet. Internetnya pun nebeng WiFi tetangga.
***
Oh, saya baru ingat. Album fisik belum benar-benar punah karena resto cepat saji yang resepnya dibuat oleh Kolonel Sanders masih menjual album musisi Indonesia yang di-bundling dengan ayam goreng, nasi, dan cola.
Saya punya beberapa CD lagu dari resto itu, tapi tidak pernah saya putar karena saya lebih suka dengar musik dari layanan streaming yang didengarkan di ponsel.Â
Jadi saya turut berkontribusi memunahkan album fisik para penyanyi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H