Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Status WhatsApp Sidiq

4 September 2021   15:24 Diperbarui: 4 September 2021   15:27 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: health.clevelandclinic.org

June membaca ulang percakapan WhatsApp sejam lalu antara dirinya dengan Sidiq. Tiada kalimat buaian, apalagi rayuan, June menginginkannya setengah mati-tapi  semua hanya tentang pekerjaan.

Mereka satu ruangan walaupun berbeda divisi. Itu sebab interaksinya dengan Sidiq di kantor melulu soal pekerjaan. Sayang, harapan June supaya percakapan di WhatsApp dengan Sidiq lebih pribadi, tidak terkabul.

June menutup jendela percakapan Sidiq karena pesan dari Jeni, yang mengonfirmasi kehadirannya ke galeri, masuk ke WhatsApp.

Konfirmasi itu dijawab June dengan huruf o dan k.

Besok aku ajak adikku juga. Biar dia lihat dunia di luar kampusnya, tulis Jeni di WhatsApp.

Dia mau? Ketik June.

Harus mau. Besok Sabtu mumpung dia libur. Kalau tidak, dia bakal bertelur di kampus saking semua waktunya habis di sana, balas Jeni.

June membalas dengan huruf o dan k lagi karena sesungguhnya bukan pesan dari Jeni yang dia harapkan. Toh kunjungan ke pameran di galeri sudah jauh-jauh hari mereka rencanakan, jadi tidak perlu konfirmasi lagi.

Selepas berbalas pesan dengan Jeni, June membaca ulang sekali lagi percakapannya dengan Sidiq. Ternyata Sidiq sedang online!

June sigap mengetik. Belum tidur?

Ditunggunya sedetik, dua detik, lima detik. Sidiq masih online, tapi belum membalas pesannya. Centangnya belum biru, yang artinya Sidiq sedang bercakap dengan orang lain.

Masih, balas Sidiq di detik ke-18.

Besok ada acara? Mau temani aku ke galeri seni rupa di Bojong?

June agak menyesali dirinya nekat mengajak Sidiq ke tempat yang belum tentu Sidiq suka.

Mau. Jam berapa? Kujemput atau ketemu di sana?

June terlonjak jatuh dari tempat tidurnya. Dia membaca sekali lagi balasan dari Sidiq, memastikan dia tidak salah baca.

Sidiq mau!

Jam 10. Ketemu di sana, ya. Soalnya enggak enak sudah janjian sama teman.

June mengetik sambil mengeluarkan aura rindu dan manja sekuat tenaga, berharap Sidiq merasakannya lalu menawarkan untuk menjemput.

Aku akan ada di sana jam 10. Sampai besok, balas Sidiq.

"Cuma gitu aja?!" June tidak puas.

Lalu Sidiq tidak lagi online. June masih ingin berbalas pesan dengannya, tapi tiga menit ditunggu Sidiq tidak juga online.

Memang kamu tahu tempat galerinya di Bojong sebelah mana? June memulai obrolan lagi lalu memberi emotikon wajah senyum.

Tahu.

Balasan dari Sidiq yang-lebih singkat dari pemindahan kekuasan pada proklamasi kemerdekaan RI-membuat June kecewa setengah mati.

June memberi emotikon bergambar senyum lagi kepada Sidiq.

Tidak berbalas.

June menggeser ke fitur status untuk melihat apa yang dipos teman-temannya guna mengusir kecewa karena harapannya berlama-lama berbalas pesan dengan Sidiq tidak terwujud.

Ternyata ada status baru muncul dari Sidiq. Mata June membulat senang. Sidiq mengepos status berupa kartun perempuan dan kata-kata mutiara tentang wanita salihah yang jadi idamannya.

June ingin mengomentari, tapi gengsinya lebih tinggi dari rindunya, apalagi Sidiq tadi cuma menjawab alakadar. Bagaimana bila komentarnya nanti malah tidak dibalas?

Pukul sebelas malam June jatuh tertidur dengan ponsel terdekap di dadanya.

Sabtu pukul sepuluh pagi Sidiq datang lima menit lebih awal dari June, Jeni, dan adik Jeni. Dia menunggu berdiri di depan pintu galeri dan bersandar pada tiang besar. Tangan kirinya dimasukkan pada saku jeansnya sementara tangan kanannya memegang ponsel.

June senang bukan kepalang. Jantungnya bedebar dan mulutnya ingin terus menyunggingkan senyum. Persis remaja yang baru merasakan pengalaman suka-sukaan dengan lawan jenis.

Otot lengan Sidiq tampak kokoh dibalik kaos oblongnya, membuat June ingin bersandar di lengannya.

Wajah Sidiq tidaklah tampan, tapi juga tidak jelek. Kulitnya putih. Meskipun tinggi badannya tidak termasuk kriteria lelaki idamannya, June menyukai pembawaan Sidiq yang tenang dan mudah bergaul dengan orang bermacam karakter.

Sidiq orang paling lama yang bekerja di divisinya, yang terkenal punya turn over tinggi, karena yang lain hanya bertahan paling lama satu tahun saja bekerja dibawah direktur yang sulit.

Setelah Sidiq dan Jeni saling berkenalan dan berbasa-basi tentang lalu lintas yang tumben-tidak-macet, mereka masuk ke galeri, diekori adik Jeni yang menggerutu tentang betapa tidak menariknya melihat aneka benda dipahat.

June melihat Sidiq tidak kesulitan menikmati seni pahat, bahkan yang oleh orang awam dianggap vulgar berupa patung putri duyung berkemben. Andai Sidiq pura-pura menikmati, maka kepura-puraan itu sempurna.

Sementara adik Jeni juga nampak tertarik dengan pahatan berbentuk lelaki bertubuh asimetris, walau setelahnya dia mengeluh betapa anehnya bentuk-bentuk seni yang ada di pameran itu.

Harapan June mengobrol selain urusan pekerjaan dengan Sidiq akhirnya tercapai.

Sidiq bertanya mengapa June menyukai seni pahat. June bertanya apa yang membuat Sidiq mau menemaninya ke pameran. Sidiq menanyakan berapa lama June bersahabat dengan Jeni. June menanyakan apakah Sidiq juga sering hangout bersama adiknya seperti Jeni atau tidak.

Begitulah mereka bertukar tanya sembari melihat-lihat aneka bentuk pahatan kontemporer.

Pukul setengah satu siang Sidiq pamit meninggalkan pameran karena ada janji makan siang dengan orang lain.

June kecewa karena sebetulnya dia juga berencana mengajak Sidiq makan siang.

Sidiq dan June berpisah di depan galeri, betapapun June telah merayu dan berakting kesepian supaya Sidiq mau makan siang dengannya alih-alih dengan temannya.

Pekan berikutnya June hanya tiga kali berbalas pesan dengan Sidiq. Mereka tidak bertemu lagi di kantor karena Sidiq dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi yang membuatnya pindah ruangan.

June juga pergi bersama tim humas untuk pembukaan kantor agen baru dan gathering bersama para wartawan media massa. Pekerjaan yang menyita waktu di Makassar dan Palembang membuat June melupakan Sidiq sejenak.

Tiga pekan berikutnya, di kamarnya yang beraroma lavender, June berniat menanyakan kabar dan pekerjaan Sidiq di jabatan barunya, tapi June tergerak untuk lebih dulu menggeser fitur WhatsAppnya ke bagian status sebelum menyapa Sidiq.

June hampir merasa jantungnya copot melihat status WhatsApp Sidiq berisikan foto dirinya sedang berdiri berhadapan dengan perempuan berjilbab ungu yang bajunya bermotif dan berwarna sama dengan Sidiq.

Jantung June sekarang copot betulan saat membaca keterangan foto: "Bismillah. Melamarmu menuju keluarga sakinah insyaallah."

Dilemparnya ponsel ke meja rias dan June berteriak menyumpah sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun