Saya bahkan "menyelidiki" istri dan anak-anaknya, yang setelah saya selami, makin membuat jengkel padanya dan nyaris saya lepas pekerjaan mengawal personal branding untuknya.
Memangnya ada hubungan antara personal branding dengan kehidupan pribadi seseorang sampai harus melakukan "investigasi"?
Tergantung. Karena si pelatih ingin citra positifnya dibangun dari berbagai sisi, maka saya kenali juga keluarganya untuk saya tampilkan sisi-sisi humanis si pelatih dengan keluarganya.
Apa yang saya lakukan untuk membangun personal branding baginya yang berkebalikan dari karakter aslinya?
1. Mengelola unggahan dan interaksi di media sosial. Unggahan tidak harus melulu seputar cabang olahraga. Saya selingi dengan hal kekinian, yang lucu, atau berhubungan dengan kemanusiaan sehingga follower tidak bosan.
Kadang-kadang saya mengunggah foto-foto istri dan anak-anaknya saat tidak satu frame dengannya, untuk menampilkan kesan bahwa dia adalah suami dan ayah yang "everything for my family".
Menjawab komentar warganet adalah keharusan, walau hanya beberapa saja, baik yang pro atau kontra. Saya beri "Like" jika ada komentar yang benar-benar bermutu atau merasa perlu diberi "Like" untuk menghargai follower.
Memfollow-balik warganet secara acak untuk meningkatkan kegairahan pada akun itu, sekaligus membuktikan si empunya adalah pribadi yang tidak egois hanya mau follower banyak, tapi tidak mau memfollow siapapun.
2. Membuatkan website. Selain berisi foto-foto kegiatannya saat melatih dan bertanding, situs itu juga saya isi dengan biografi singkat dirinya, cerita semasa sekolah, dan kisah awal mula dia terjun ke dunia olahraga.
Tidak cuma cerita dan foto, terdapat juga ulasan tentang teknik-teknik olahraga yang dia kuasai, juga cuplikan berita-berita olahraga dari semua cabang yang sedang hits.