Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bibit Bebet Bobot bagi Orang Jawa Bukan Hanya Jabatan, Keturunan, dan Harta yang Kasat Mata

15 Maret 2021   08:46 Diperbarui: 15 Maret 2021   09:52 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu yang suka menggosip dan ghibah juga jadi pertimbangan karena sewaktu-waktu bisa saja si ibu membicarakan rumah tangga anaknya yang dapat mempermalukan keluarga besan. 

Nama baik penting karena anak-cucu kelak ikut menanggung citra itu. Mereka ikut bangga jika kakek-buyut punya akhlak dan perilaku terpuji, namun menanggung malu pula jika kakek-buyutnya bertabiat jelek.

Bobot

Orang berpendidikan yang mengamalkan ajaran agamanya secara benar dan proporsional sudah tentu perilaku dan tata kramanya juga baik. Dia pasti akan memperlakukan istri/suaminya dengan hormat dan sederajat dengan landasan kasih sayang.

Orang yang pendidikannya high, tapi pengamalan agamanya low bakal kebablasan karena tidak menganggap penting nilai-nilai agama. Hidupnya akan "semua gue".

Sebaliknya, orang yang hanya kenal agama tanpa kenal sains juga bakal keblinger karena dia (jika berdakwah) akan bicara tanpa landasan tafsir kitab suci yang tepat. Pun akan menafikan perkembangan zaman dan teknologi.

Istri atau suami yang merasa diri lebih pintar atau lebih agamis akan sulit berbaur dengan keluarga besar mertuanya. Kalaupun berbaur dia tidak akan disukai karena dari pembawaannya saja terlihat songong dan sombong. Diajak ngobrol nggak asyik, diajak bercanda apalagi, bisa-bisa malah menggurui, baper atau tersinggung.

Jadi, kalau disuruh milih, mending mana? Yang pinter atau yang rajin dakwah? Pilihlah yang rajin salat dan puasa Ramadannya tidak pernah bolong. Dan bukan anggota pengajian yang mendorong lelaki untuk poligami. 

Bebet

Garis besar dari bebet adalah kemampuan lelaki mencari nafkah dan tanggung jawabnya terhadap kebahagiaan istri dan anak secara lahir dan batin.

Meski si lelaki datang dari keluarga pas-pasan namun orang tuanya harmonis, pendidikannya oke (minimal sarjana), dan pengamalan agamanya bagus, baiknya orang tua mengizinkan anak perempuan menikahi si lelaki jika dia pekerja keras.

Pekerja keras yang dimaksud yaitu dia iakerja sungguh-sungguh dan lurus pada profesi yang dijalaninya. Jika berdagang, dia jujur dan amanah. Jika pelayan publik, dia efisien dan tidak menerima suap.

Bebet yang buruk seperti pengangguran dan pemalas (karena merasa sudah dapat warisan), harus dihindari. Pengangguran dan pemalas yang dinikahi perempuan berpenghasilan cenderung malah jadi makin malas daripada termotivasi mencari nafkah untuk istrinya.

Lalu, soal bibit-bobot-bebet diatas, apa mungkin mencari yang semuanya bagus? Manusia, kan, tidak ada yang sempurna. Memang tidak ada yang sempurna, tapi yang bibit-bobot-bebetnya bagus, ada tuh, suami saya buktinya, hemm!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun