Tidak juga, Jakarta termasuk kota pesisir, tapi hanya sedikit penduduknya yang bisa berenang meski pemukiman mereka hampir tiap tahun kelelep banjir sampai atap rumah.
Di desa-desa pesisir pun nelayan dan anak-anaknya (lelaki) yang pandai berenang. Ibu-ibu dan anak perempuan mungkin juga bisa walau tak mahir.
Soal ketidakbisaan berenang ini penyebab yang utama karena:
1. Malu. Hampir semua muslimah kini sudah mengikuti syariat agamanya, yaitu menutup aurat.Â
Berenang menggunakan baju renang muslimah, baik burkini atau syar'i, dirasa memalukan bagi sebagian muslimah karena baju renang memperlihatkan lekuk tubuh mereka, terutama saat kena air, karena terbuat dari bahan spandek, lycra, dan nilon.
Sedangkan pakai kaos dan celana panjang di air sulit karena berat jadi susah gerak. Hal sama berlaku untuk laki-laki, yaitu malu dan risih.
Dahulu pada banyak SD-SMP di Jakarta ada pelajaran renang yang wajib diikuti siswa seminggu sekali. Sekarang tidak mungkin ada pelajaran renang karena soal aurat dan ke-mahram-an.
2. Minim guru renang. Biasanya semua guru olahraga pandai berenang dan bisa mengajar renang. Tapi, mata pelajaran renang tidak ada. Di sekolah kota besar yang fasilitasnya lengkap, pelajaran renang masuk dalam ekstrakurikuler wajib dan dilakukan di kolam sekolah. Tapi, sekolah seperti itu bisa dihitung jari.
3. Sungai tercemar. Sekarang sungai-sungai di Indonesia sudah tidak bisa jadi tempat main karena airnya kotor dan penuh sampah, kecuali mungkin di Indonesia timur. Jadi anak-anak desa kekurangan tempat main air.
4. Takut gosong. Tahu, kan, matahari di negeri khatulistiwa ini teriknya seperti apa. Ditambah lagi ada stigma orang kece adalah yang berkulit putih bening seperti Lee Min-ho dan Lisa Blackpink.
5. Tidak ada olahraga air yang disukai masyarakat Indonesia. Karena tidak ada yang disukai maka tidak ada pula yang mengikutinya.Â
Banyaknya anak-anak yang main bola di gang-gang sempit sampai di lapangan luas karena mereka sering melihat pertandingan sepak bola dari orang dewasa di lingkungannya.