Adegan Beth menangis mengenang Pak Shaibel ini sedihnya sungguh terasa. Air mata menetes seperti kalau menonton drama Korea. Hemm, saya tidak pernah nonton drama Korea, sih, tapi kalau film Korea, sering.
Apakah penonton bosan melihat serial sepanjang tujuh episode ini berisi catur terus dan catur melulu.
Tidak. Setiap episode selalu ada kisah baru yang dilakoni Beth untuk memenangkan pertandingan demi pertandingan.
Istilah-istilah catur dan nomor petak pada papan catur terus terang membingungkan bagi orang yang awam catur, tapi tidak sampai membuat kening berkerut, kita malah dinikmatinya sebagai pengetahuan baru.
Walaupun kilas balik tentang masa lalu Beth dibuat pada tiap episode yang berbeda, tapi kita tidak kesulitan merangkai masa lalu dan karakter Beth sampai pada kehidupannya sebagai ratu catur.
Kita juga akan menikmati bidak-bidak catur bergerak seperti menari di tangan Beth. Gemulai, anggun, namun perkasa.
Alih-alih bosan, penonton tidak akan berkedip menontonnya karena setiap detiknya mengandung keseruan dan cerita baru.
Tetapi, saya penasaran kenapa pertandingan catur dengan lawan dari negara lain selalu berlangsung pada malam hari dengan suasana yang temaram. Entah.
Oh ya. Saya memang bukan orang pertama yang menulis tentang serial ini. Sudah ada Om Pepih Nugraha yang membahasnya, juga ada selusin Kompasianer yang menulisnya. Tetapi saya punya gaya sendiri mengulasnya, yah.Â
Karena hanya tayang sebanyak tujuh episode, The Queen's Gambit cocok ditonton mereka yang tidak suka menonton serial panjang dan bertele-tele.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H