Dimana ayah si keponakan? Sudah meninggal tahun lalu. Motor ojeknya terserempet kereta karena si penumpang memaksa menerobos palang perlintasan.
Maka hari ini Samin terpaksa menjual sayuran dua hari lalu yang belum laku.
Si ibu yang tadi menceramahi Samin sudah pergi dan Samin kembali menawarkan sawi putih, kacang panjang, kubis, kentang, wortel, bayam, tomat, dan ketimun kepada orang-orang yang lewat di depan lapaknya.
Dan itu adalah hari terakhir Samin berjualan. Hari-hari berikutnya lapak itu kosong. Sepi. Kotor dihinggapi debu kemarau yang panasnya seperti membakar raga.
Pada hari ke delapan sejak lapak Samin kosong ada perempuan yang mendatangi rumah Samin. Diketuknya pintu rumah Samin yang terbuka lebar sambil mengucap Assalamualaikum.Â
Anak-anak kecil tetangga Samin mengintip-intip sambil tertawa-tawa dari balik tembok. Anak-anak itu mengira Samin kedatangan artis.
Samin menghampiri dan perempuan itu langsung bicara.
"Saya Sally, Mas Samin. Saya tiap hari lewat depan lapak Anda. Tapi sudah seminggu ini lapak Mas Samin kosong..."
"Kak, kenalkan saya Anto," keponakan Samin datang tiba-tiba dan menyorongkan tangannya hendak berjabat tangan.
"Husss!" Samin cepat membuat gerakan mengusir dengan tangannya, mencegah keponakannya menyentuh tangan Sally.
"Maaf, keponakan saya memang tidak sopan," ujar Samin. "Ada keperluan apa ya, Mbak Sally? Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"