Mohon tunggu...
Aji Mufasa
Aji Mufasa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Engineer | Agropreneur | Industrial Designer

"Hiduplah dengan penuh kesadaran"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MK Menolak Uji Permohonan Materi dan Mempertahankan Sistem Pemilu Terbuka

16 Juni 2023   08:57 Diperbarui: 16 Juni 2023   09:12 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MK memutuskan terkait gugatan sistem Pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023). (foto : mimbar/kom) 


Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menolak permohonan uji materi terkait sistem pemilihan umum proporsional terbuka. Putusan ini merupakan hasil dari perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa pemilu akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Pemohonan uji materi tersebut diajukan dengan harapan untuk mengubah sistem pemilihan umum yang saat ini diterapkan. Namun, MK dengan tegas menolak permohonan tersebut dan memutuskan untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka yang telah diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Sistem pemilihan umum proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk secara langsung memilih calon anggota legislatif yang mereka pilih. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon dari partai politik yang mereka yakini mewakili kepentingan mereka.

Putusan MK ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap penyelenggaraan pemilu di masa mendatang. Meskipun ada beberapa pihak yang mengajukan permohonan untuk mengubah sistem pemilihan umum, MK berpendapat bahwa pemilu dapat berlangsung dengan baik dalam sistem proporsional terbuka ini.

Pemilihan umum merupakan pilar penting dalam demokrasi, dan sistem pemilihan yang tepat dapat memberikan representasi yang adil bagi berbagai kelompok dan kepentingan di masyarakat. Dalam putusannya, MK mempertimbangkan pentingnya perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu, yang dapat dilakukan dalam berbagai aspek, seperti kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, serta hak dan kebebasan berekspresi.

Dengan demikian, meskipun permohonan uji materi telah ditolak, masih ada ruang untuk perbaikan dan peningkatan dalam penyelenggaraan pemilu di masa depan. MK meyakini bahwa perubahan yang diperlukan dapat tercapai melalui langkah-langkah yang sesuai dan melalui kerjasama antara berbagai pihak yang terlibat dalam proses pemilihan umum.

Dengan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, pemilu diharapkan dapat terus menjadi instrumen yang efektif dalam menentukan perwakilan politik di negara ini. Keputusan MK ini menegaskan komitmen untuk menjaga integritas dan keberlanjutan proses demokrasi di Indonesia, sambil terus mendorong perbaikan dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang lebih baik di masa depan.

Sistem pemilihan umum proporsional terbuka telah diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang tersebut mengatur mengenai mekanisme dan prosedur pelaksanaan pemilu di Indonesia, termasuk sistem pemilihan umum yang digunakan.

Pada tanggal 14 November 2022, sejumlah pemohon mengajukan permohonan uji materi terhadap pasal-pasal yang mengatur sistem pemilihan umum proporsional terbuka dalam UU tersebut. Mereka memiliki keberatan terhadap sistem ini dan berharap agar sistem pemilu dapat diubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup berbeda dengan sistem proporsional terbuka. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak memiliki kebebasan untuk memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya dapat memilih partai politik, dan partai politik memiliki kendali penuh untuk menentukan siapa yang akan menduduki kursi di parlemen.

Permohonan uji materi ini menjadi titik sentral dari sidang di Mahkamah Konstitusi yang kemudian menghasilkan putusan dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022. Putusan ini memiliki dampak besar terhadap sistem pemilihan umum yang akan digunakan dalam pemilu di masa mendatang.

Dalam sidang pembacaan putusan, hakim ketua Anwar Usman memberikan penjelasan mengenai putusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi sistem pemilihan umum proporsional terbuka. Putusan ini menolak permohonan para pemohon secara keseluruhan.

Mahkamah Konstitusi telah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu, dan berdasarkan pertimbangan tersebut, MK menyimpulkan bahwa perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata tergantung pada sistem pemilihan yang digunakan. Hakim konstitusi Sadli Isra juga menyampaikan pandangannya dalam hal ini.

Sadli Isra, hakim konstitusi, menjelaskan bahwa dalam setiap sistem pemilihan umum, termasuk sistem proporsional terbuka, pasti terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistem itu sendiri. Mahkamah Konstitusi meyakini bahwa perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, seperti meningkatkan partisipasi partai politik, memperbaiki budaya politik, meningkatkan kesadaran dan perilaku pemilih, serta menjaga dan memperkuat hak dan kebebasan berekspresi dalam konteks pemilu.

Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka tetap dipertahankan dan akan digunakan dalam pemilu di masa mendatang. Meskipun demikian, Mahkamah juga menyampaikan pentingnya perbaikan dan penyempurnaan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemilu untuk mencapai pemilihan yang lebih baik dan berkualitas.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi sistem pemilihan umum proporsional terbuka, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat.

Hakim konstitusi Arief Hidayat memiliki pandangan yang berbeda dengan mayoritas hakim dalam hal ini. Meskipun mayoritas hakim memutuskan untuk menolak permohonan para pemohon dan mempertahankan sistem pemilihan umum proporsional terbuka, Arief Hidayat memiliki pandangan yang berbeda.

Dalam dissenting opinion-nya, Arief Hidayat mungkin menyampaikan argumen atau pertimbangan yang berbeda mengenai sistem pemilihan umum dan keputusan Mahkamah Konstitusi. Namun, karena informasi yang diberikan belum mengungkapkan secara rinci pendapat yang dikemukakan oleh Arief Hidayat, detail mengenai dissenting opinion tersebut tidak dapat dijelaskan dengan lebih spesifik.

Dalam proses pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi, dissenting opinion merupakan hal yang umum terjadi. Hal ini menunjukkan adanya keragaman pandangan dan pemikiran di antara hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya.

Permohonan uji materi terkait sistem pemilihan umum proporsional terbuka telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pada tanggal 14 November 2022, MK menerima permohonan tersebut yang diajukan oleh sejumlah pemohon.

Para pemohon yang mengajukan permohonan uji materi adalah sebagai berikut:

  1. Demas Brian Wicaksono: Seorang pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) cabang Banyuwangi.

  2. Yuwono Pintadi: Identitas dan latar belakang lebih lanjut mengenai pemohon ini belum dijelaskan.

  3. Fahrurrozi: Seorang Bacaleg yang terkait dengan pemilihan legislatif tahun 2024.

  4. Ibnu Rachman Jaya: Seorang warga Jagakarsa, Jakarta Selatan.

  5. Riyanto: Seorang warga Pekalongan.

  6. Nono Marijono: Seorang warga Depok.

Para pemohon tersebut telah memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa mereka dalam mengajukan permohonan uji materi.

Mereka memiliki keberatan terhadap sistem pemilihan umum proporsional terbuka yang saat ini digunakan. Sebagai gantinya, mereka menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak dapat memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya dapat memilih partai politik, dan partai politik memiliki kendali penuh dalam menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.

Menariknya, permohonan uji materi ini hanya diajukan oleh PDIP, sementara partai politik lainnya meminta agar Mahkamah Konstitusi tidak mengubah sistem pemilihan umum yang ada. Hal ini menunjukkan perbedaan pandangan di antara partai politik terkait sistem pemilihan umum yang diinginkan.

Dengan adanya permohonan uji materi ini, MK kemudian melakukan sidang untuk mempertimbangkan argumen yang diajukan oleh para pemohon dan kemudian mengeluarkan putusan terkait masalah ini.

Partai politik memiliki argumen yang berhubungan dengan kewenangan pembuat undang-undang dalam mengatur sistem pemungutan suara dalam pemilu. Mereka berpendapat bahwa kewenangan untuk mengatur sistem pemilu adalah tanggung jawab dari presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat undang-undang. Oleh karena itu, partai politik berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk mengubah sistem pemilihan umum melalui putusan uji materi.

Partai politik menegaskan bahwa sistem pemilihan umum adalah bagian dari aturan yang dihasilkan melalui proses legislatif yang melibatkan pemerintah dan DPR. Dalam hal ini, partai politik berpendapat bahwa jika ada perubahan yang diinginkan terkait sistem pemilihan umum, hal itu harus dilakukan melalui proses perubahan undang-undang yang melibatkan institusi-institusi yang berwenang.

Sikap mayoritas partai politik dalam konteks ini adalah mempertahankan sistem pemilihan umum yang saat ini digunakan. Mayoritas partai politik menyatakan bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka merupakan pilihan yang sudah disepakati dalam perundang-undangan dan telah diimplementasikan dalam pemilu sebelumnya. Oleh karena itu, mereka berharap bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mengubah sistem pemilihan umum tersebut melalui putusan uji materi.

Partai politik yang mayoritas mendukung sistem pemilihan umum proporsional terbuka menganggap bahwa sistem ini memiliki keuntungan, seperti memberikan kesempatan kepada partai politik yang lebih kecil untuk mendapatkan perwakilan di parlemen. Mereka berpendapat bahwa sistem ini lebih inklusif dan memperkuat prinsip demokrasi representatif.

Dalam hal ini, sikap mayoritas partai politik menunjukkan bahwa mereka tidak mendukung perubahan sistem pemilihan umum yang saat ini digunakan. Mereka mempertahankan pandangan bahwa keputusan terkait sistem pemilihan umum merupakan kewenangan pembuat undang-undang, bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang diajukan terkait sistem pemilihan umum proporsional terbuka. MK memutuskan untuk mempertahankan sistem tersebut dan tetap menggunakan sistem pemilihan umum proporsional terbuka dalam pemilu yang akan datang.

Pada saat yang sama, partai politik, yang merupakan mayoritas dalam konteks ini, menegaskan bahwa kewenangan untuk mengatur sistem pemungutan suara pemilu berada pada pembuat undang-undang, yaitu presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka berpendapat bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengubah sistem pemilihan umum melalui putusan uji materi.

Dengan demikian, putusan MK dan penegasan partai politik menegaskan bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka tetap dipertahankan. Meskipun ada permohonan uji materi yang diajukan oleh beberapa pemohon yang menginginkan sistem proporsional tertutup, MK memutuskan bahwa perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek lainnya tanpa mengubah sistem tersebut.

Putusan ini menunjukkan pentingnya pemahaman akan pembagian kewenangan dan peran institusi dalam proses pengaturan sistem pemilihan umum. Hal ini juga menggarisbawahi perlunya partisipasi partai politik dan dialog yang terbuka dalam mengambil keputusan terkait perubahan sistem pemilu.

Dengan demikian, keputusan MK dan sikap partai politik mempertegas bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka akan terus digunakan dalam pemilu, sambil tetap membuka peluang perbaikan dan penyempurnaan dalam aspek-aspek lain dari penyelenggaraan pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun