Kurangnya regulasi dan standar industri: Negara seringkali tidak memiliki regulasi yang memadai untuk mengatur pekerjaan rumah tangga dan menjamin hak-hak pekerja.Â
Ini menyebabkan banyak pekerja rumah tangga tidak memiliki jaminan hak-hak seperti upah yang layak, masa kerja yang wajar, atau libur tahunan.
Sifat pekerjaan rumah tangga: Pekerjaan rumah tangga seringkali dilakukan di lingkungan pribadi dan sulit untuk dipantau dan diatur. Ini membuat pekerja rumah tangga rentan terhadap diskriminasi dan kelelahan kerja yang berlebihan tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai.
Namun, meskipun ada berbagai alasan mengapa pekerja rumah tangga sering tidak diakui dan dilindungi oleh negara, hal ini tidak boleh diterima. Pekerja rumah tangga memainkan peran yang sangat penting dalam masyarakat dan harus diakui dan dilindungi oleh negara.Â
Perlindungan hukum yang memadai akan membantu memastikan bahwa pekerja rumah tangga memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lain dan memastikan bahwa mereka memiliki lingkungan kerja yang aman dan memenuhi standar yang baik.
Padahal dalam Pasal 27 ayat (1) undang-undang dasar 1945 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta berhak atas perlindungan terhadap pengangguran."
Selain itu, Konvensi ILO Nomor 189 tentang Perlindungan dan Pendukung bagi Pekerja Rumah Tangga menjamin bahwa pekerja rumah tangga memiliki hak-hak yang sama dengan pekerja lain, termasuk hak atas upah yang layak, masa kerja yang wajar, libur tahunan, dan perlindungan terhadap diskriminasi.
Namun, meskipun ada undang-undang dan konvensi yang memastikan hak-hak pekerja rumah tangga, implementasi dari peraturan ini masih sangat terbatas dan pekerja rumah tangga masih sering tidak diakui dan dilindungi oleh negara.Â
Oleh karena itu, perlu adanya upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja rumah tangga diakui dan dilindungi secara memadai.
Ada beberapa kendala dalam pengesahan Undang-Undang (UU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia, antara lain:
Stigma Sosial:Â Pekerja rumah tangga masih dipandang sebagai pekerja paruh waktu dan tidak layak menerima hak-hak yang sama dengan pekerja lain. Ini menimbulkan stigma sosial terhadap pekerja rumah tangga yang membuat sulit untuk memastikan bahwa mereka diakui dan dilindungi oleh negara.