Berbagai pikiran berkecamuk dalam pikiran saya.
Ketakutan gagal studi.Â
Ditambah rasa kecewa yang luar biasa karena bukan seperti ini studi di Luar Negeri yang saya bayangkan selama ini. Nama saja kuliah PhD di Inggris tapi saya hanya terjebak di Kota Bitung, tanpa sesungguhnya bisa menikmati fasilitas yang dibayarkan sangat mahal itu.Â
Saya terus-menerus merasa rugi sekali. Untuk sekedar informasi, mahasiswa Non-Eropa itu biaya studinya sekitar empat kali lipat dari mahasiswa Eropa, walaupun di program yang sama.
Rasa sangat sedih. Karena saya tahu, satu-satunya cara keluar dari kemelut ini adalah saya berangkat sendiri ke Leeds. Saya tidak mau meninggalkan keluarga saya.Â
Meninggalkan istri saya yang sampai kini terus kelelahan secara mental dan fisik mengurus anak kami sendirian di masa pandemi ini. Meninggalkan anak saya yang belum setahun umurnya itu. Sedih sekali.
Rasa kacau dan terasing sekali. Karena harus menanggung semua ini sendiri.
Malam itu saya menangis sejadi-jadinya tanpa bisa bicara banyak. Istri saya juga menangis melihat saya.Â
Anak kami yang masih beberapa bulan itu juga ikutan menangis karena melihat kami menangis. Kami hanya berpelukan untuk meredam kepahitan hidup ini.
Semua sangat buram.
-----------