Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pertumbuhan Ekonomi Semu Era Jokowi

11 Agustus 2024   15:10 Diperbarui: 12 Agustus 2024   08:44 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber : techzilo)

Salah satu media nasional Edisi 9/8/2024, menulis judul berita "Semu di Balik Pertumbuhan Ekonomi 5%." Apa yang terjadi saat ini, sejalan dengan teori Alvin Hansen (1938) tentang "Secular Stagnatio" yang kembali dipopulerkan Larry Summers dengan Secular stagnation.

Dalam term yang sama, Paul A. Samuelson, ekonom terkemuka pemenang Nobel Ekonomi tahun 1970 pun mengatakan, Secular stagnation terjadi dimana dalam perekonomian yang sangat terstruktur atau dalam kondisi tertentu, terjadi siklus stagnasi yang mengakibatkan ekonomi terjebak dalam keadaan stagnan.

Kondisi itu yang mungkin kita rasakan 10 tahun pemerintahan Jokowi. Terjadi stagnasi kinerja ekonomi. Mungkin data ini sedikit bisa memberikan gambaran tentang indikasi-indikasi Secular stagnation. Sejak tahun 2014, rata-rata kinerja PDB tumbuh---stuck di 5%. Dalam teori ini, disebutkan, bahwa ketika produktivitas ekonomi menurun, pertumbuhan menjadi lebih sulit dicapai.

Hal tersebut bisa kita lihat dari model Incremental Labour Output Ratio (ILOR). ILOR menunjukkan efisiensi output tambahan yang dihasilkan per tambahan tenaga kerja. Jika pertumbuhan ekonomi stuck, penyerapan kerja mengalami flattening dengan ILOR rendah, menggambarkan produktivitas rendah dan pertumbuhan ekonomi tak berkualitas.

Pertumbuhan ekonomi terjadi belum optimal didorong sektor-sektor produktif yang labour intensive. Bisa dilihat dari data kinerja PDB, yang proporsi terbesarnya ditopang konsumsi domestik dan sektor manufaktur justru mengalami tren penurunan dari >20% menjadi rata-rata 18% dalam 10 tahun terakhir.

Di infografis ini bisa dilihat informasinya. Dimana dari tahun 2014-2023, pertumbuhan ekonomi stuck di 5%. Rata-rata Angkatan kerja tahun 2014-2023 adalah 136,2 ribu orang. Dalam RPJMN, setiap pertumbuhan ekonomi 1% penyerapan tenaga kerja 500.000 orang. Sepanjang tahun 2014-2023, pertumbuhan kerja RI hanya 18,4%. Namun saat yang sama, ILOR berfluktuasi, dan selalu dibawah Angkatan kerja.

Data pertumbuhan ekonomi dan manufaktur 2010-2023 (Sumber : BPS-diolah)
Data pertumbuhan ekonomi dan manufaktur 2010-2023 (Sumber : BPS-diolah)

Jika grafik ILOR berada di bawah kurva data angkatan kerja, mengindikasikan pertumbuhan ekonomi tidak mampu menyerap penambahan jumlah angkatan kerja secara proporsional. Selin produktivitas atau SDM yang rendah.

Bayangkan, di tahun 2035---menuju fase puncak bonus demografi, saat populasi usia produktif mengalami puncak pertumbuhan tapi sektor manufakturnya jeblok, ekonomi bertumpu pada konsumsi dan sektor padat modal, apa yang anda bayangkan, bonus demokrasi atau beban demografi?

Tua sebelum kaya

Dari beberapa sumber data yang kita analisis, tampak bahwa sepanjang 25 tahun terakhir, kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia cenderung melorot.

Sementara dari data Tradingeconomics, bisa diasumsikan puncak Industri sudah terjadi di tahun 2000-an, dimana sektor industri mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 32% terhadap PDB dengan pertumbuhan ekonomi saat itu 3,5%. 

Namun kontribusi sektor manufaktur ini terus mengalami penurunan tiap tahun. Pada Kuartal 2-2024, kontribusi sektor manufaktur adalah 18,6% terhadap PDB. Dan sepanjang periode pemerintahan Jokowi, sektor manufaktur tiap tahun mengalami penurunan 1,5% terhadap PDB atau rata-rata penurunan sektor manufaktur terhadap PDB sebesar Rp.16 Triliun rupiah. Hal ini ditengarai sebagai gejala deindustrialisasi dini

Nilai PDB dan Penurunan Kontribusi Sektor Manufaktur dari Tahun 2013-2023Sumber : Data BPS-diolah
Nilai PDB dan Penurunan Kontribusi Sektor Manufaktur dari Tahun 2013-2023Sumber : Data BPS-diolah

Bila puncak industrialisasi sudah terjadi di tahun 2000-an dengan capaian kontribusi manufaktur terhadap PDB tertinggi dan setelah itu kontribusi sektor manufaktur cenderung menurun secara persisten, maka pertanyaannya; apakah Indonesia akan mengalami "Tua sebelum kaya?"

Di tahun 2035, Indonesia akan menuju puncak bonus demografi, dimana populasi usia produktif (usia 15-64 tahun) mencapai 60% dari total populasi penduduk. Namun saat yang sama, terjadi deindustrialisasi dini. Akibatnya bonus demografi tersebut tak produktif menjadi sumber daya ekonomi. Dan setelah 2035, Indonesia akan menuju fase aging society , dimana penduduk usia non produktif, mendominasi populasi demografi   

Sektor manufaktor adalah sektor PDB dengan penyerapan tenaga kerja formal tertinggi di Indonesia sebesar 20% - 30% dari total Angkatan kerja nasional. Pekerja sektor formal menjadi variabel penting dalam Gross National Income (GNI) Indonesia karena memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian negara.

Dari sisi pajak misalnya, pekerja sektor formal membayar pajak penghasilan, yang merupakan sumber pendapatan utama bagi negara. Pajak ini termasuk pajak penghasilan pribadi (PPh) dan kontribusi terhadap jaminan sosial, yang mendukung pembiayaan berbagai program pemerintah.

Dari sisi perusahaan, sektor formal sering kali diisi oleh perusahaan besar yang membayar pajak perusahaan. Ini berkontribusi langsung pada pendapatan negara.

Selain itu, pekerja sektor formal biasanya memiliki pendapatan yang stabil dan reguler, yang mendukung daya beli dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi ini, pada gilirannya, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan GNI.

Pendapatan yang diperoleh oleh pekerja sektor formal cenderung digunakan untuk konsumsi dan investasi, menciptakan efek pengganda yang memperkuat pertumbuhan ekonomi. Ini berkontribusi pada peningkatan GNI melalui berbagai saluran, termasuk permintaan barang dan jasa serta investasi kembali dalam ekonomi.

Digitalisasi

Penurunan peran manufaktur mengindikasikan adanya pergeseran struktur ekonomi ke sektor lain, seperti jasa. Namun, apakah pergeseran ini sudah optimal dan mampu menggantikan peran manufaktur dalam menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah?

Buktinya, Indonesia masih menjadi pengimpor dalam sektor jasa- high tech. Dalam laporan OECD, Indonesia adalah salah satu negara dengan proporsi besar dalam impor teknologi tinggi. Pada tahun 2020, Indonesia mengimpor barang dan jasa teknologi tinggi sebesar $7,3 miliar, yang menunjukkan ketergantungan pada teknologi asing.

Pergeseran struktur ekonomi Indonesia dari manufaktur ke jasa merupakan bagian dari evolusi ekonomi. Namun, agar pergeseran ini menjadi optimal, perlu ada fokus pada pengembangan teknologi domestik dan pengurangan ketergantungan pada impor, serta memastikan bahwa sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah secara efektif.

Digitalisasi dan insentif, perlu didorong agar menjadi akselerator bagi pertumbuhan sektor manufaktur dan kontribusinya terhadap PDB terus meningkat. Jika tidak, kekhawatiran "Indonesia tua sebelum kaya" akan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun