Teringatlah saya pada pengorbanan Natasha Romanoff/Black Widow dalam sekuel The Avengers. Di Vormir yang mencekam, Natasha mengorbankan diri.
Diawali pertarungan dua sahabat tentang siapa yang pantas berkorban untuk mendapat Soul Stone. Natasha memilih menjadikan dirinya sendiri sebagai tumbal demi sahabatnya Hawkeye melangsungkan hidup.
Di AS, pengangguran cyclical/NAIRU adalah 5%. Jika pengangguran <5%, maka inflasi akan terkerek, karena ekonomi mengalami overheating.
Jika pengangguran di >5%, maka inflasi akan menurun. Langkah Hawkish The Fed saat ini, akan menggerus permintaan, inflasi akan landai namun proporsi output menurun dan nilai PDB menjadi berkurang sebagai pengorbanan. Sebagaimana pengorbanan Black Widow demi kelangsungan hidup Hawkeye dalam The Avengers.
Namun dibalik itu, kebijakan fiskal menjadi penyangga melalui social safety net dalam memitigasi risiko cyclical unemployment. Disinilah, APBN idealnya, tetap siaga sebagai shock absorber.
Kewaspadaan
Bila benar AS akan menerapkan sacrifice ratio dengan Okun'S Law, maka ke depan, Indonesia akan berhadapan dengan risiko resesi ekonomi AS.
Dengan kinerja PDB AS yang negatif dua kuartal berturut-turut, menandakan AS secara technical telah masuk ke resesi. Meskipun kontraksi PDB tersebut cenderung turun. Disusul perlambatan ekonomi China.
Kombinasi risiko resesi AS dan kawasan Eropa serta perlambatan ekonomi China, akan mempertipis ekspor komoditas RI. Artinya Indonesia akan kekurangan salah satu sumber pendapatan.
Dengan inflasi yang terus terkerek, maka peralihan arah gerak ekonomi pada konsumsi domestik tidak optimal, seiring daya beli yang masih tergerus oleh inflasi.
Tren harga energi dan komoditas tengah menunjukan arah penurunan. Tentu commodity boom akan mengakhiri era rejeki nomplok (windfall income). Disaat yang sama, subsidi yang cenderung politis dan sementara, sulit diturunkan, apalagi menjelang tahun-tahun politik (2024). Seperti yang dikhawatirkan Prof Chatib.
Tentu tekanan beban subsidi dalam ruang fiskal akan berakhir, seiring melandainya harga energi dan komoditas. Seturut itu, penerimaan negara pun menipis.