Tentu saja, bayangan naiknya suku bunga kebijakan secara agresif tersebut, bersamaan dengan meningkatnya GWM rupiah, yang kian menyedot likuiditas perbankan.
Dalam artikelnya, Prof Chatib mengkhawatirkan, bila kombinasi kenaikan suku bunga kredit dan GWM, akan menggerus investasi.
Bank-bank besar, mungkin memiliki ruang likuiditas yang longgar, namun bagi bank kecil, kebijakan suku bunga agresif berikut kebijakan makroprudensial ketat, akan membuat bank-bank buku rendah memobilisasi dana, dengan menaikan bunga. Tentu saja, hal demikian, berlawanan arah dengan momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi.
Saya sependapat dengan prof Chatib, bahwa BI mesti melakukan forward guidance, signal ke depan, peningkatan siklus moneter---menaikkan suku bunga (BI 7-Day 9 (Reverse) Repo Rate) dalam menetralisir ekspektasi inflasi. Kendati, hal tersebut resisten dengan pertumbuhan ekonomi. Inilah korban yang harus dibayar.
Dalam kurva Philips, ada yang dikenal dengan sacrifice ratio atau persentase PDB yang dikorbankan, jika pemerintah ingin menurunkan inflasi. Bila batas atas inflasi 5% dan inflasi terkerek 6%, maka untuk menurunkan inflasi 1%, PDB dengan persentase tertentu mesti dikorbankan.
Pengendalian inflasi melalui BI7DRR, akan berdampak pada perlambatan pengeluaran. Tingkat harga akan turun dan memberi disinsentif pada perusahaan, sehingga menahan diri untuk ekspansi.
Akibatnya, ada proporsi PDB yang hilang. Dari sinilah sacrifice ratio dihitung. Inilah harga yang harus dibayar, bila kebijakan moneter dan fiskal diperketat.
Tentu saja menghitung sacrifice ratio dikaitkan dengan cyclical unemployment (Okun's Law). Dimana tingkat pengangguran cyclical yang akan dikompensasi dengan penurunan PDB dengan persentase tertentu.
Dengan mengetahui sacrifice ratio, BI dapat menentukan tindakan yang harus diambil untuk mempengaruhi output dalam perekonomian dengan biaya paling rendah.
Kebijakan BI dengan memperketat siklus moneter, berisiko pada memperlambat investasi dan penurunan output. Namun bila langkah tersebut dilakukan pada momentum yang tepat, proporsi PDB yang hilang/dikorbankan, tidak berdampak terlalu dalam terhadap pengangguran cyclical.
Seperti pernyataan pernyataan Jason Furman (ekonom Harvard) yang dikutip Prof Chatib. Cara terbaik untuk mengerek upah riil pekerja, bukanlah dengan meningkatkan upah nominal, tetapi dengan menurunkan inflasi. Namun harus ada yang dikorbankan.