Dengan data terkait kinerja komponen utama pertumbuhan ekonomi (PDB) tersebut, maka APBN tanpa skema Covid-19 di tahun 2023, sangat bergantung pada kinerja PDB agregat 2022 sebagai the window of opportunity. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi berada pada batas atas outlook, 5,5%.
Tentu saja realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 ini dapat dicapai, bila risiko ketidakpastian global mereda. Rantai pasok yang berkaitan dengan komponen input utama seperti energi dan pangan mengalami penurunan volatilitas harga.
Namun di balik semua tantangan tersebut, ada segunung harapan yang menjulang. Konsolidasi fiskal sepanjang 2022 potensial bertumbuh. Potensi surplus neraca perdagangan (windfall commodity) dengan harga komoditas yang masih tinggi, realisasi penerimaan setelah adanya UU HKPD dan HPP, memungkinkan pemerintah bisa capai target penerimaan. Dengan demikian, ruang fiskal lebih longgar sebagai pijakan melompat jauh di tahun 2023.
Tentu saja skema APBN tanpa Covid-19 akan lebih menggeliat. Namun selama krisis geopolitik masih unpredictable, global shock dan volatilitas ekonomi masih terjadi, maka APBN tetap berperan sebagai shock absorber, dalam rangka mitigasi spillover.
Insentif ke dunia usaha tetap ada. Tidak dihilangkan total. Tapi dengan porsi yang minimal; dan menyasar pada sektor-sektor yang benar-benar belum mengalami recovery pasca pandemi. Wallahu'alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H