Sebelum membahas kepemimpinan ada sedikit cerita dari pengalaman aku pribadi. Kalau ditanya pernah tidaknya jadi seorang pemimpin, jawaban aku tentu belum.
Pengalaman ikut organisasi belum seberapa, selama duduk di bangku SMA aku masih memiliki sifat yang introvert dimana hanya menjadi orang tidak banyak omong, tidak banyak berbaur. Terkadang omongan teman membuat aku mikir, "kok gak ada perubahan, mau sampai kapan jadi siswa kurang aktif?".
Dari situ aku mulai melatih untuk terbuka salam berteman, bicara dan bergaul. Merubah sikap seseorang memang perlu waktu lama untuk menjadi percaya diri, namun dengan seiringnya waktu sikap percaya diri mulai tumbuh, mampu memberi pendapat dan speak up didepan umum.
Memulai dengan hal kecil dengan berlatih berbicara dengan teman sekelas, takut merupakan hal wajar, bukan menjadi penghalang buat kita menjadi pribadi yang percaya diri dimana percaya diri merupakan kunci menjadi seorang pemimpin. Selama satu tahun mulai ada perubahan, aku mulai berani menyampaikan ide, menyampaikan inisiatif untuk kepentingan kelas, pendapat, saran, dan ide banyak yang sependapat, hal tersebut membuat kebanggaan tersendiri.
Sederhana dalam mendapat kebahagiaan dimana kita dihargai oleh orang lain, merasa menjadi pemimpin dimana perintah, ide, dan pendapat kita diakui.
Menginjak usia 17 tahun dimana masih terbilang remaja, dulu keinginanku ingin menjadi seorang seperti ayahku namun sekarang berubah yaitu memiliki keinginan dimana diakui oleh orang lain dan menolong banyak orang yaitu menjadi seorang dokter. Keinginan menjadi seorang dokter bukan perkara mudah, kita harus disiplin, tingkatkan belajar dan pengetahuan yang luas.
Lalu apa hubungannya pemimpin dengan seorang dokter? Pemimpin merupakan seorang yang memiliki kekuasaan tinggi dimana mempengaruhi anggotannya. Lalu bagaimana dengan dokter yang memiliki kewenangan terhadap pasiennya dan semua perintah, anjurannya harus dilaksanakan oleh pasien? Ada perbedaan antara seorang pemimpin dan pasien dimana seorang pemimpin semua keputusan dan perintah atas kesepakatan anggota sedangkan seorang dokter semua keputusan dari dirinya sendiri.
Dalam politik dan masih banyak lagi. Gaya pemimpin idealis semacam ini sangat bagus kalau yang bersangkutan memang menguasai bidangnya, serta memahami kekuatan dan kelemahan gagasannya.
Sebaliknya, sangat berbahaya bila dimiliki oleh pemimpin yang tidak memahami bidangnya, hanya mendapatkan referensi dari sumber yang salah, dan tidak komunikatif. Sekilas contoh, seorang idealis sangat bagus bila memiliki gagasan melestarikan sumberdaya perairan.
Namun akan menjadi buruk, bila kurang faham, lantas membabat semua mata pencaharian orang yang menangkap ikan. Seharusnya berkomunikasi dengan ahli yang memahami dan pelaku bidang perikanan, untuk tetap membuka peluang bagi nelayan guna mencari nafkah, namun diatur sehingga kelestarian juga tetap dipertahankan.
Pemimpin ideal adalah pemimpin yang memiliki intelektualitas yang luas, pemahaman agama yang mendalam, serta akhlak yang mulia, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabat. Inilah sosok pemimpin yang diinginkan oleh Al-Ghazali, seorang pemimpin yang membawa perubahan dan pembaruan, menggerakkan bawahan melalui iman dan pengetahuan, dan mencerminkan akhlak yang mulia.