Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengarusutamakan Kejujuran dalam Penegakan Hukum

3 Maret 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:07 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Aneka warna hukum tidak beraturan seolah bertolak belakang dengan hukum yang seharusnya menciptakan keteraturan. Ketidakberaturan tersebut terkait dengan aneka distorsi yang dilakukan aparat penegak hukum. Distorsi penegakan hukum dengan memanfaatkan menempatkan hukum sebagai komoditas. Hukum diolah sedemikian rupa, menjadi 'produk' siap jual untuk ditawarkan kepada pembeli (distorsi) hukum. Bahkan pembeli dapat 'memesan' bahkan 'pesan antar' hukum (delivery order) sesuai dengan paket distorsi yang biasanya tersedia.


Ketidakberaturan terjadi tidak hanya dalam hal substansi hukum, tetapi juga aktor pengemban hukum. Substansi hukum dalam proses politik di lembaga politik mengalami tahap traksaksional kepentingan antar kelompok politik dengan aneka kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap hukum yang sedang dibuat. Pun demikian, dalam hal pembentukan hukum oleh hakim setali tiga uang. Hakim 'bermain mata' dengan aparat penegak hukum (kejaksaan atau advokat) dan 'pencari keadilan' agar mengakomodasi kepentingan 'pemesan' hukum dapat diakomodasi dalam putusan hakim.


Aktor pengemban hukum menjadi budak dari ego yang bersyahwat hedonisme dan pelayan dari kepentingan pembeli hukum. Mereka menjual 'roh' hukum untuk memuaskan syahwat hedonisme, memulur-mungkretkan hukum, menafsir-adaptasikan hukum, bahkan mengesamping-tiadakan hukum agar sesuai dengan selera pasar. Hukum tidak lebih dari 'mainan' dari para pengemban hukum dengan menggunakan daya intelektualitas mereka dalam menguasai berbagai teori atau konsep hukum. Daya intelektualitas tidak diberdayakan untuk mengabdi dan mengeksplorasi keadilan, melainkan digunakan untuk mencari celah agar bisa dimanfaatkan bagi dirinya.


Aneka warna hukum yang tidak beraturan dapat dinilai sebagai pandangan yang pesimistik. Pandangan pesimis tersebut menginginkan kejujuran dari para pengemban hukum dalam menegakkan hukum. Dimana kejujuran atas pengembanan dan penegakan hukum tidak semata untuk hukum, melainkan mendorong terbentuknya keadilan yang berkepastian dan berketertiban. Apakah selama ini dalam penegakan hukum, aktornya tidak mengambil manfaat untuk kepentingannya sendiri? Apakah ketika mengambil manfaat tersebut sadar bahwa ada hak yang dicabut, terpinggirkannya kewajiban dan mengutamakan ego penegak hukum?


Warna hukum Indonesia merepresentasi ketidakpastian dan ketidaktertiban. Warna yang bercampur baur sesuai selera rasa dan nilai yang dimiliki aparat penegak hukum ketidakpastian dan ketidaktertiban yang tercipta menggariskan pola tertentu. Ketidakpastian dan ketidaktertiban hukum yang diproduksi oleh pengemban hukum membentuk pola hukum tertentu. Pola hubungan dalam berolah hukum antara hukum, penegak hukum, masyarakat dan negara. Bahkan pola hubungan tersebut menjadi karakteristik hukum Indonesia.


Karakteristik hukum yang traksaksional, ditingkahi dengan polah korup penegak hukum dan masyarakatnya menjadi warna tersendiri. Warna yang tak bercorak, coretan dari buah tingkah laku penegak hukum yang korup dan hukum yang tidak memihak kepentingan rakyat melahirkan situasi ketidakpastian dan ketidaktertiban. Hukum yang harusnya ideal, dalam keidealannya sudah ditemukan ketidakidealan. Hukum dicoreng-moreng oleh hukum itu sendiri dan para pengembannya.


Coreng-moreng hukum dengan aneka warna membentuk pola. Yang tidak beraturan melahirkan 'gambar utuh' keteraturan. Gambar yang bisa diinterpretasikan secara subyektif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.  Dan pola yang membentuk dan selalu berulang mencipta keteraturan. Keteraturan dalam proses pembentukkan dengan modus yang serupa, atau mirip dengan modifikasi kontekstual. Itulah hukum Indonesia, penegakan hukum yang tidak berkepastian karena syahwat ego hedonisme membentuk pola yang beraturan yaitu selalu mudah berstrategi demi kepentingan pihak yang mau membeli komoditas hukum.


Kejujuran sebagai meta-yuridis keadilan


Bagaimana mengurai karut-marut, coreng-moreng hukum Indonesia? Hukum sudah menjadi bagian bahkan alat untuk menjauhkan hukum dari kehakekatannya yaitu keadilan. Hukum dan para pengembangnya lebih mengutamakan memuaskan ego untuk memperkaya kebendaan, daripada memperjuangkan keadilan. Jawaban utamanya bukan hukum yaitu dengan menciptakan hukum untuk membentuk larangan-larangan atau prosedur tertentu agar terbatasi ruang gerak pemuas syahwat hedonisme atau pengemban hukum yang korup.


Adagium pembelajar hukum perlu diperhatikan, 'hukum ada untuk dilanggar'. Artinya semakin banyak hukum yang membatasi maka keinginan untuk (sengaja) melakukan pelanggaran hukum semakin kuat. Keinginan untuk melakukan pelanggaran adalah godaan sekaligus tantangan bagi pengemban dan pembelajar hukum untuk mengalahkan (baca: menyimpangi, mengatasi hukum).  Sehingga yang diperlukan lebih dari sekedar hukum untu bisa mengatasi karut-marut hukum.


Pengawasan adalah salah satunya. Membangun mekanisme pengawasan adalah upaya untuk membatasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Hukum digunakan untuk menciptakan mekanisme pengawasan. Meski belum efektif, pengawasan tetap perlu dilakukan bahkan diperbaiki agar mampu membatasi ruang gerak para pelaku yang mengkomoditaskan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun