Pada suatu masa di pinggiran kota Boyolali yang kumuh, hiduplah seorang bocah bernama Basuki bin Tjahaja Permana. BTP (Basuki bin Tjahaja Permana) ini adalah anak dari pasangan PTB (Permana Tanpa Basuki) dengan Sriminten binti Tjahaja. BTP ini lebih dikenal dengan nama panggilan Ahong ataupun Hong hong.
Keluarga Ahong ini hidup dalam kemiskinan. Karena ingin mencari penghasilan yang lebih baik, Permana kemudian merantau ke Jakarta, meninggalkan Ahong dan Sriminten berdua di Boyolali. Namun sejak itu Permana tidak pernah kembali lagi. Syahdan pada awalnya Permana bekerja sebagai ART (Asisten Rumah Tangga) pada seorang majikan yang kaya raya.
Dua tahun kemudian majikannya itu mati mendadak karena serangan jantung. Seorang polisi awalnya curiga dengan kematiannya, karena mulut sang majikan itu berbau racun tikus. Tapi tak lama kemudian sang polisi itu juga mati mendadak. Mulutnya berbau racun kucing! Permana kemudian menikah dengan janda majikannya itu. Sejak itu Permana pun menjadi kaya raya dan lupa kepada keluarganya di Boyolali yang ndeso itu...
***
Sepuluh imlek telah berlalu sejak kepergian Permana dari rumahnya di Boyolali. Ahong sudah menamatkan sekolahnya, dan ia merasa bosan hidup di Boyolali dalam kemiskinan. Apalagi Ahong tinggal berdua dengan ibunya di rumahnya yang sempit dan reot itu. Ahong nyaris tidak mempunyai teman kecuali seorang cewe cantik bernama Purnama, yang lebih sering dipanggil dengan nama Aling atau Ling ling.
Akan tetapi ayah Ling ling yang juragan tempe setipis kartu ATM itu melarang hubungan mereka. Itu karena Ahong orang miskin dan juga ayah Ahong itu dulunya terkenal sebagai seorang playboy. Ling ling dan Ahong kemudian berpacaran secara backstreet. Kebun pisang di belakang rumah Pakde Slamet kemudian menjadi tempat rendezvous favorit pasangan ini...
Ling ling dan Ahong kemudian berikrar untuk sehidup semati. "Kalau yang satu mati, maka yang lain harus tetap hidup untuk mengenang yang mati..." Ling ling dan Ahong kemudian membuat tato Hanoman sedang makan pisang di bokong mereka masing-masing sebagai tanda cinta kasih mereka...
***
Pada suatu pagi yang mendung, langit terlihat kelabu dengan awan tebal penanda akan turunnya hujan. Tiga sosok anak manusia terlihat mematung dalam kebisuan. Pagi itu Ahong telah membulatkan tekadnya untuk merantau ke Jakarta. Berbekal sepotong alamat ayahnya, tertulis pada alamat itu, jalan Brawijaya, Jakarta Selatan. Ahong penasaran ingin mengetahui kabar ayahnya yang sudah sepuluh imlek ini tidak juga pulang.
Linangan air mata dari kedua wanita yang selalu mengisi hatinya itu, plus curahan air mata dari langit kemudian menyertai keberangkatan Ahong dari Boyolali. Setelah meninggalkan tapal batas Boyolali, barulah Ahong menangis histeris. Kernet bis itu kemudian datang memeluknya sambil berbisik, "sing sabar ya mas..." Lalu keduanya menangis sambil berpelukan.
Setelah menghapus air matanya, Ahong kemudian memakan tempe goreng bekal dari Ling ling. Tempe itu memang terlihat lebih tipis dari biasanya. Kata Ling ling itu karena pesanan khusus dari mas Sandi dan om Wowo....